Bank Dunia Sebut Ekonomi Indonesia Bakal Minus 2 Persen di 2020, Ini Kata Kemenkeu

Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 akan berada pada kisaran -2,0 sampai dengan -1,6 persen.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 29 Sep 2020, 16:50 WIB
Pemandangan deretan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, Jumat (29/9). Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakinkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 sebesar 5,4 persen tetap realistis. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia mempublikasikan East Asia and Pacific Economic Update, October 2020 yang bertema “From Containment to Recovery”. Publikasi ini menggambarkan kondisi perekonomian terkini negara-negara di kawasan Asia bagian Timur dan Pasifik, termasuk outlook kinerja ekonomi Indonesia.

Dalam publikasi tersebut, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 akan berada pada kisaran -2,0 sampai dengan -1,6 persen (year on year). Ini merupakan pertumbuhan negatif pertama kali dalam dua dekade terakhir. Publikasi tersebut sekaligus merevisi perkiraan Bank Dunia sebelumnya (pada Bulan Juni 2020) sebesar 0,0 persen.

“Secara umum, outlook Bank Dunia ini masih sejalan dengan asesmen Pemerintah terkini yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam rentang -1,7 persen dan -0,6 persen”, jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi, Selasa (29/9/2020).

Di samping World Bank, beberapa institusi internasional lainnya juga telah menyampaikan outlook perekonomian Indonesia 2020 terkini, yakni Bank Pembangunan Asia (ADB) dengan perkirakan sebesar -1,0 persen, dan OECD sebesar -3,3 persen.

Bank Dunia menilai, berbagai faktor akibat eskalasi pandemi Covid-19, seperti pembatasan mobilitas, peningkatan risiko kesehatan, dan pelemahan ekonomi global telah memberikan tekanan terhadap permintaan domestik, baik aktivitas konsumsi maupun investasi. Di sisi lain, kondisi permintaan domestik yang masih relatif lemah mampu menahan indikator makro lainnya tetap terjaga. Yakni inflasi sebesar 2,1 persen dan defisit neraca transaksi berjalan sekitar 1,3 persen terhadap PDB.

Di tahun 2021-2022, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan melalui proses pemulihan meskipun masih dibayangi risiko dan tantangan terkait keberhasilan penanganan pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi di 2021 diprediksi berada dalam rentang 3,0 s.d. 4,4 persen dan di tahun 2022 sebesar 5,1 persen.

Angka perkiraan tersebut mempertimbangkan adanya dampak baseline yang rendah, serta adanya penurunan potensi pertumbuhan -0,6 poin persentase (percentage point) dibandingkan kondisi sebelum pandemi, konsekuensi dari investasi dan produktivitas yang lebih rendah.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Bank Dunia Sebut Ekonomi Indonesia Bisa Minus 2 Persen di 2020

Aktivitas warga di bantaran Kanal Banjir Barat dengan latar belakang gedung pencakar langit di Jakarta, Kamis (6/8/2020). Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II/2020 minus 5,32 persen akibat perlambatan sejak adanya pandemi COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

 Bank Dunia merilis Laporan Ekonomi untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober, From Containment to Recovery, Selasa (29/9/2020). Dalam laporannya, Bank Dunia menyebut bahwa ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh negatif 1,6 persen (baseline) pada tahun 2020.

Dalam skenario terburuk (low case), pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus hingga 2 persen. Prediksi tersebut tercantum dalam tabel yang disajikan Bank Dunia dalam laporannya.

Bank Dunia juga telah memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 4,4 persen tahun 2021 mendatang (baseline). Namun dalam skenario terburuk, pertumbuhannya mungkin hanya 3 persen saja (low case).

Menurut Bank Dunia, Covid-19 telah mengakibatkan triple shock bagi Kawasan Asia Timur dan Pasifik yang sedang berkembang. Guncangan tersebut berasal dari pandemi Covid-19 itu sendiri, dampak upaya pembatasan terhadap perekonomian dan gaung resesi global yang diakibatkan oleh krisis.

"Pengambilan tindakan secara cepat akan diperlukan untuk memastikan bahwa pandemi ini tidak menghambat pertumbuhan dan meningkatkan kemiskinan di tahun-tahun mendatang," demikian dikutip dalam laporan Bank Dunia.

Adapun, kegiatan ekonomi domestik sudah mulai bangkit di beberapa negara yang melakukan pembatasan penyebaran virus. Kendati, Kawasan Asia Timur dan Pasifik masih bergantung pada kondisi global.

"Kawasan ini secara keseluruhan diharapkan untuk mengalami pertumbuhan sebesar hanya 0,9 persen pada tahun 2020, terendah sejak tahun 1967," tulis Bank Dunia.

3 dari 3 halaman

Menko Airlangga Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pulih di 2021

Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 akan kembali turun. Dia memperkirakan perekonomian tumbuh negatif 3 persen sampai negatif 1 persen.

"Kuartal III kira-kira 1 minggu lagi diperkirakan outlook pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga adalah minus 3 sampai minus 1," kata Airlangga dalam Konferensi Pers tentang Rapat Koordinasi Pimpinan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Rakorpim PC-PEN) di Bintan, Kepulauan Riau, Jumat (25/9).

Sehingga, outlook pada akhir tahun diperkirakan pertumbuhan ekonomi minus 1,7 persen sampai positif 0,6 persen.Meski begitu, Airlangga optimis pada tahun 2021 pertumbuhan ekonomi nasional akan kembali pulih di kisaran 4,5 persen sampai 5,5 persen.

"Outlook akhir tahun minus 1,7 sampai positif 0,6 persen," sambungnya.

Hanya saja, kondisi ini bergantung pada kesediaan vaksin dari Covid-19. Sebab Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk 270 juta orang. Sehingga vaksin yang disediakan juga harus setara dengan jumlah penduduknya.

"Tentu ini tergantung hasil ketersediaan vaksin seperti yang direncanakan oleh pemerintah," kata dia. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya