Penggunaan Kartu Tani di Garut Jadi Polemik

Kebijakan pemerintah mewajibkan petani memiliki kartu tani malah mempersulit mereka mendapatkan pupuk bersubsidi.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 24 Sep 2020, 20:00 WIB
Beberapa perwakilan petani dari tiap kecamatan di Garut, Jawa Barat, menyampaikan keluhannya ihwal kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi kepada pemerintah. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Penggunaan kartu tani menimbulkan polemik bagi petani Garut, Jawa Barat. Mereka kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah, akibat ketiadaan kartu itu.

Ayi (54), salah seorang petani asal Kecamatan Cikajang menyatakan, ikhtiar mendapatkan kartu tani tidak seperti membalikan tangan, walhasil mimpi mendapatkan pupuk bersubsidi dengan mudah tinggal harapan.

"Sudah sulit mendapatkan kartunya, pupuk bersubsidi pun sulit diperoleh," ujar dia di sela-sela aksi protes ratusan petani di halaman Dinas Pertanian Garut, Rabu (23/9/2020).

Menurutnya, rencana pemerintah memberikan fasilitas kartu tani, tidak dibarengi kemudahan untuk mendapatkannya, sehingga berdampak pada upaya petani mendapatkan pupuk bersubsidi.

"Saya sudah sebulan ini tidak mendapatkan pasokan pupuk bersubsidi tanpa alasan yang jelas," kata dia.

Padahal sebelum kebijakan penggunaan kartu tani dilakukan, suplai pupuk bersubsidi terbilang lancar.

"Memang memberikan memberikan kesetaraan harga bagi petani, tapi masalahnya pupuk bersubsidinya justru menghilang di pasaran," kata dia.

Dampaknya bisa ditebak, pasokan pupuk nun subsidi dengan harga nyaris tiga kali lipat dibanding pupuk bersubsidi, akhirnya membanjiri pasar.

"Buat kami jelas kerugian, sebab harganya sangat mahal sekali," kata dia.

Kondisi itu diperparah dengan anjloknya harga komoditas pertanian akibat pandemi Covid-19, sehingga menurunkan tingkat kesejahteraan petani.

"Mohon kepada pemerintah untuk melonggarkan kebijakan dan mengalokasikan pasokan pupuk bersubsidi bagi petani Garut," pintanya.

Hal senada disampaikan Cecep Alfarisi, (30), petani padi asal Kecamatan Wanaraja. Menurutnya, kelangkaan pupuk bersubsidi mulai dirasakan dalam dua bulan terakhir.

"Puncaknya memang saat ini, tapi sebulan sebelumnya memang pasokan pupuk subsidi mulai berkurang," kata dia.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Dugaan Permainan

Beberapa perwakilan kelompok tani tengah melakukan audiensi dengan pejabat Dinas Pertanian Garut, menyampaikan keluhakan kelangkaan pupuk bersubsidi bagi mereka. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Koordinator aksi, Ayo Sunarya menduga kelangkaan pupuk bersubsidi saat ini, akibat permainan oknum pihak tertentu, untuk mengambil keuntungan besar di tengah penerapan kebijakan kartu tani.

"Kami menilai program pemerintah berupa kartu tani untuk subsidi pupuk juga memang tidak jelas realisasinya," kata dia.

Dengan upaya turun ke jalan yang dilakukan hari ini, para petani ujar dia berharap agar kebijakan pemerintah dengan menggulirkan kartu tani, memberikan kemudahan bagi petani mendapatkan pupuk bersubsidi.

"Apalagi menggunakan mekanisme perbankan, tentu harus ada penjelasan mekanisme subsidi pupuk bagi petani secara berkeadilan," pinta dia.

Ayi menambahkan, saat ini harga pupuk nun subsidi yang beredar di pasaran naik hingga tiga kali lipat dari harga semula. Sebagai perbandingan, harga pupuk ZA sebelumnya Rp 75 ribu per karung (50 kg), naik menjadi Rp 210 ribu per karung.

Kemudian Urea sebelumnya Rp90 ribu per karung menjadi Rp240 ribu per karung, poska Rp115 ribu per karung menjadi Rp300 ribu per karung , SP 36 sebelumnya Rp100 ribu per karung menjadi Rp270 ribu per karung, serta petroganik awalnya Rp550 per kg, menjadi Rp 1.000 per kg.

"Saat ini praktis hanya pasokan pupuk nun subsidi dengan harga selangit yang beredar di pasaran," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya