Alasan Anies Izinkan Ojol Beroperasi Saat PSBB, sedang Perkantoran Ditutup

Anies Baswedan menyatakan, pemberian izin salah satu profesi bukan hasil lobi-lobi politik. Dirinya memastikan DKI mengambil keputusan berdasarkan data.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 16 Sep 2020, 11:45 WIB
Anies Baswedan (YouTube/ BNPB Indonesia)

Liputan6.com, Jakarta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan alasan mengapa pihaknya kini mengizinkan ojek atau ojek online beroperasi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun melarang karyawan perkantoran.

Anies menyebut, persentase ojol yang terpapar positif Covid-19 terbilang rendah dibandingkan dengan kasus klaster perkantoran.

"Ojek online salah satu jumlah kasus terkecil di Jakarta. Kalau angka mereka di Wisma Atlet pengemudi ojek cuma 0,7 persen. Sementara, karyawan 46 persen," ucapnya dalam wawancara daring yang diunggah pada Rabu (16/9/2020).

Anies menyatakan, pemberian izin salah satu profesi bukan hasil lobi-lobi politik. Ia memastikan DKI mengambil keputusan berdasarkan data. 

"Ini bukan kompromi politik, ini berdasar data," ungkap mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini. 

"Kami tidak menambah nama data. Kami tidak mengurang data. Kami tidak sampaikan data untuk menyenangkan. Kami tidak menyampaikan untuk menakuti. Kami sampaikan apa adanya," jelas Anies.

Selain itu, Anies juga mengungkap ada berbagai pihak yang tidak menginginkan adanya pengetatan PSBB pada 14 September lalu.

"Ada berbagai kalangan yang tidak menginginkan adanya pengetatan (PSBB). Yang menginginkan (PSBB) transisi jalan terus, tapi pengawasannya ditingkatkan," kata dia. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Mengapa Perkantoran Harus Ditutup?

Dia pun menjelaskan bahwa perkantoran di Jakarta harus ditutup karena menimbulkan banyak klaster.

"Nah, saya sampaikan bahwa klaster terbesar adalah klaster perkantoran, dan perkantoran puluhan ribu jumlahnya di Jakarta," kata Gubernur DKI Jakarta ini. 

Dengan jumlah kantor yang sangat banyak, ucap Anies, pemerintah menurutnya tidak bisa memberikan pengawasan satu persatu. 

"Kemampuan negara untuk mengawasi tiap lokasi (kantor) seperti itu hampir tidak mungkin. Kita pakai masker di jalan, di tempat dan transportasi umum, tapi sampai kantor masker dilepas," ujarnya.

“Maka intervensi pertama yang harus dilakukan adalah perkantoran," tambahnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya