Soal Obat COVID-19 Unair, BPOM: Validitas Prioritas, Bukan Masalah Cepat-cepatan

Soal obat COVID-19 Unair, BPOM tekankan pentingnya validitas, bukan masalah cepat-cepatan obat selesai dikembangkan.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 20 Agu 2020, 12:00 WIB
Kepala BPOM Penny Lukito saat konferensi pers terkait hasil uji klinis obat untuk Covid-19 dari UNAIR, Jakarta, Rabu (19/8/2020). Penny juga menyatakan pihak peneliti harus merevisi dan memperbaiki lagi hasil penelitiannya sesuai kaidah yang sudah ditentukan BPOM. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Hasil inspeksi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menunjukkan, perlunya perbaikan pada sejumlah proses uji klinis obat COVID-19 yang dikembangkan Universitas Airlangga (Unair).

Temuan masalah yang perlu diperbaiki Unair seperti subjek penelitian yang mengikutsertakan Orang Tanpa Gejala (OTG/suspek) dan uji klinis yang belum mewakili jumlah populasi.

"Kami baru satu kali inspeksi pada tanggal 28 Juli 2020. Dan menemukan masalah proses uji klinisnya. Baru satu kali inspeksi ini karena memang uji klinisnya juga baru dimulai tanggal 3 Juli," ungkap Kepala BPOM Penny K Lukito saat konferensi pers di Kantor BPOM, Jakarta, Rabu (20/8/2020).

"Penilaian inspeksi ini belum ada respons perbaikan dari tim peneliti Unair. Tapi nanti hasil perbaikannya juga akan diserahkan ke kami lagi bersama dengan Komisi Penilaian Obat, yang juga ikut melakukan penilaian."

Penny menekankan, upaya pengembangan obat COVID-19 Unair harus mengutamakan validitas. Hal ini menyangkut keamanan dan keselamatan penggunaan obat.

"Jadi, sekarang bukan masalah cepat-cepatan (obat selesai cepat). Ya, kita memang berusaha secepat mungkin, tapi aspek validitas menjadi hal yang paling prioritas. Ini dikaitkan dengan bagaimana menentukan subjek uji klinis dan hal-hal lainnya yang menentukan kualitas proses dan hasil obatnya," imbuhnya.

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Hasil Uji Klinis yang Sahih

Kepala BPOM Penny Lukito saat konferensi pers terkait hasil uji klinis obat untuk Covid-19 dari UNAIR di Kantor BPOM, Jakarta, Rabu (19/8/2020). Penny Lukito menyatakan hasil uji klinis tahap tiga obat Covid-19 dari Universitas Airlangga (UNAIR) belum valid. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pengembangan obat COVID-19 ini dilakukan Unair bekerjasama TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN). Tiga kombinasi obat ini adalah Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin; Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline; serta Hydrochloroquine dan Azithromycin.

Penny menegaskan, status obat COVID-19 Unair kini adalah masih belum valid.

"Kan harus ada perbaikan dari uji klinisnya. Berarti dalam status yang kami miliki saat ini, obat COVID-19 Unair masih belum valid. Ini dikaitkan dengan hasil inspeksi kami," tegasnya.

"Yang pasti kami akan membantu untuk memastikan aspek validitas dan keamanannya. Ini juga bagian dari keputusan yang diberikan oleh Badan POM. Namun, kami akan sangat terbantu sekali dan saya kira juga tim peneliti dan sponsor (TNI AD dan BIN) tidak akan menolak untuk mendukung perbaikan obatnya."

Dukungan dari berbagai pihak diperlukan supaya mendapatkan hasil uji klinis obat COVID-19 yang sahih (benar, tepat, sempurna).

"Apabila dibutukan dukungan monitoring, misalnya, dari lintas sektor, saya kira juga lebih baik. Tapi ada tim Komisi Peniliaian obat. Nanti ada tim lain semacam auditor independen yang melakukan independence monitoring, sehingga melihat proses uji klinisnya," ujar Penny.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya