Cerita Penyandang Disabilitas Ikut Beasiswa Australia Awards Scholarship

Arya Yoga Rudhita salah satu alumni Australia Awards Scholarship (AAS) menceritakan pengalamannya saat mengenyam pendidikan di negeri kangguru.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 21 Jul 2020, 10:00 WIB
Ilustrasi pendidikan, ilustrasi beasiswa. Kredit: Freepik.com

Liputan6.com, Jakarta Arya Yoga Rudhita, salah satu alumni Australia Awards Scholarship (AAS) menceritakan pengalamannya saat mengenyam pendidikan di negeri kangguru. AAS sendiri merupakan program beasiswa untuk siswa internasional termasuk penyandang disabilitas.

Menurutnya, beasiswa ini ia dapat berawal dari ketidaksengajaan. Saat itu, istrinya mencari program beasiswa untuk tugas belajar. Setelah mendapatkan beasiswa di Australia, seorang mentor menawarkan untuk mengajak satu orang lagi agar belajar bersama di sana.

Melihat keadaan Arya sebagai pengguna kursi roda, sang istri bertanya tentang aksesibilitas di sana. Ternyata, mulai dari transportasi hingga fasilitas kampus di sana sangat mendukung penyandang disabilitas.

“Hal pertama yang dilakukan adalah mengisi formulir pendaftaran. Dalam formulir itu dulu tidak ada yang spesifik untuk penyandang disabilitas, jadi dulu hanya ada kolom yang menanyakan apa pengisi itu penyandang disabilitas atau bukan,” ujar Arya dalam Kongkow Inklusif Konekin (12/7/2020).

“Kalau sekarang sepertinya yang disabilitas itu sebagai salah satu target dari beasiswa ini jadi lebih mudah dan lebih memadai lagi.”

 Setelah mengisi formulir, ia melakukan submit formulir dan dokumen administrasi akademis. Kemudian dipanggil untuk ikut dalam daftar tes IELTS dan wawancara JST (Join Selection Team).

“Saya mengikuti IELTS itu tanggal 20 Desember 2014, wawancara JST 16 Januari 2015, dan baru dikasih pengumuman Februari 2015 kemudian mengikuti PDT (Pre Departure Training) yang lamanya itu tergantung hasil IELTS.”

Karena hasil IELTS memadai, Arya mengikuti kelas PDT 6 minggu. PDT sendiri memiliki durasi berbeda-beda bisa 6 minggu, 3 bulan, bahkan 8 bulan.

Simak Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Keberangkatan

Ia kemudian berangkat pada Juni 2015 dan kembali ke tanah air pada Juli 2017. Sebelum berangkat, ada pembekalan materi budaya guna menghindari culture shock serta pelatihan lain seperti cara mengemas barang dan mengatasi rindu rumah.

“Secara keseluruhan pengalaman saya di sana baik. Tapi mungkin karena pertama kesana ada beberapa hal yang perlu disiapkan. Misalnya kesehatan, di sana kesehatan sangat maju dan menggunakan sistem asuransi, banyak imigran yang datang ke Australia hanya untuk perawatan kesehatan.”

“Saya waktu itu ditanya-tanya lebih oleh ahli saraf yang mereka tunjuk dan dimintai surat pernyataan yang menyatakan bahwa saya tidak bertujuan untuk melakukan perawatan kesehatan dan menyatakan bahwa saya memiliki kemampuan finansial yang cukup jika terjadi hal-hal yang membahayakan kesehatan saya.”

Hal lainnya terkait akomodasi yang disyaratkan seperti tempat tinggal dan pendamping, karena ia pengguna kursi roda jadi ia disyaratkan untuk sudah memiliki tempat tinggal yang aksesibel dan pendamping selama di sana.

“Karena istri saya sudah di sana satu semester lebih dulu, jadi dia yang membantu mencarikan tapi tidak mudah  dan akhirnya dibantu oleh student contact officer di sana.”

Hal-hal tersebut yang membedakan dia dan siswa lain. Maka menurutnya perlu dipersiapkan dengan matang dan kerja sama dengan pihak kampusnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya