5 Fakta Jurang Resesi Singapura Terimbas Pandemi COVID-19

Sektor konstruksi dan pariwisata sangat terdampak akibat resesi di Singapura terdampak pandemi Virus Corona COVID-19.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 15 Jul 2020, 18:35 WIB
Presiden Joko Widodo bersalaman dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Istana Merdeka, Minggu (20/10/2019). Jelang pelantikan di Gedung MPR, Jokowi menerima kunjungan lima kepala negara di Ruang Kredensial Istana Merdeka, Jakarta. (AFP Photo/Bay Ismoyo)

Liputan6.com, Singapura - Singapura memasuki jurang resesi setelah hasil GDP kuartal-II 2020 menunjukan penyusutan 41,2 persen dibandingkan kuartal sebelumnya. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, hasil perekonomian Singapura turun 12,6 persen.

Merosotnya ekonomi kuartal ini lebih buruk dari survei Bloomberg, yakni 35,9 persen. Ini adalah pertanda dari dampak pandemi Virus Corona (COVID-19) kepada negara yang bergantung ke ekspor seperti Singapura.

Pembatasan sosial (circuit breaker) di Singapura menjadi salah satu alasan ekonomi negara itu menyusut. Bisnis-bisnis di Singapura baru dibuka pada Mei lalu.

Ada apa dengan Singapura? Berikut 5 fakta terkait jurang resesi di negara tetangga, seperti dirangkum dari Bloomberg, Rabu (15/7/2020):

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 6 halaman

1. Perjalanan Masih Menantang

Para wisatawan mengunjungi Taman Merlion di Singapura pada 6 Maret 2020. Tempat-tempat wisata utama di Singapura sepi dari turis di tengah epidemi virus corona COVID-19. (Xinhua/Then Chih Wey)

Menteri Perdagangan dan Industri, Chan Chun Sing, berkata bahwa jalan menuju pemulihan dalam bulan-bulan ke depan akan menantang. Ini dipengaruhi permintaan ekspor yang lesu.

"Kami memperkirakan pemulihan yang lambat dan tidak mulus sebagaimana permintaan eksternal tetap lemah dan negara-negara melawan gelombang kedua dan ketiga penyebaran virus dengan menerapkan lockdown lokal atau tindakan jaga jarak aman yang lebih tegas," ujar Menteri Chan Chun Sing via Facebook.

3 dari 6 halaman

2. Lebih Buruk dari Jepang

Lima hal seru saat liburan ke Marina Bay Sands Singapura/ pixabay by pexels

Merosotnya GDP Singapura bahkan lebih parah dari Jepang. Ekonomi Jepang di kuartal kedua turun lebih dari 20 persen.

Jepang sudah lebih dulu masuk resesi pada Mei lalu. Saat ini, negara itu sudah membuka bisnis kembali, tetapi kasus corona di Tokyo kembali melonjak.

4 dari 6 halaman

3. Sektor Jasa Terpuruk

Terminal 4 Bandara International Changi di Singapura. (Ilyas/Liputan6.com)

Sektor pariwisata menjadi korban terdepan dari pandemi Virus Corona (COVID-19). Ini dapat terlihat di sektor penerbangan, perhotelan, dan restoran.

Berdasarkan data GDP Singapura, sektor jasa menyusut 37,7 persen pada kuartal-II atau sebesar 13,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Mereka semua terdampak pembatasan travel pada 7 April sampai 1 Juni.

5 dari 6 halaman

4. Manufaktur Kuat, Konstruksi Lesu

Para pemilih mengenakan masker saat memberikan suara dalam pemilu di TPS Sekolah Tinggi Chung Cheng, Singapura, Jumat (10/7/2020). Pemilu di tengah pandemi COVID-19, warga Singapura memberikan suara mereka dengan mengenakan masker dan sarung tangan plastik. (AP Photo)

Manufaktur di Singapura tercatat lebih kuat dari ekspektasi. Sektor farmasi dan elektronik terbukti bisa menopang manufaktur di Singapura.

Secara kuartal, manufaktur turun 23,1 persen, namun dibandingkan tahun lalu masih tumbuh 2,5 persen.

Sektor konstruksi terdampak parah, yakni turun 95,6 persen pada kuartal ini, dan merosot 54,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.

6 dari 6 halaman

5. Bagaimana ke Depannya?

PM Lee Hsien Loong melambai saat memberikan suara dalam pemilu di TPS Sekolah Dasar Alexandra, Singapura, Jumat (10/7/2020). Pemilu di tengah pandemi COVID-19, warga Singapura memberikan suara dengan mengenakan masker dan sarung tangan plastik. (Ministry of Communications and Information via AP)

Ekonom ASEAN di Bloomberg, Tamara Mast Handerson, melihat akan ada tanda kebangkitan pada aktivitas ekonomi pada kuartal berikutnya. Namun, ia berkata masih butuh hingga tahun depan untuk ada pemulihan.

"Meski ada tanda-tandan kenaikan yang substansial pada aktivitas di kuartal-III, kami tidak memprediksi kembalinya pertumbuhan positif sampai kuartal-1 2021," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya