Tagihan Listrik Naik karena Perhitungan Pemakaian Rata-Rata 3 Bulan

Lonjakan tagihan listrik murni diakibatkan tingkat pemakaian listrik selama work from home (WFH) yang tinggi.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jun 2020, 16:03 WIB
Warga memeriksa meteran listrik di kawasan Matraman, Jakarta, Kamis (2/4/2020). Di tengah pandemi COVID-19, pemerintah menggratiskan biaya tarif listrik bagi konsumen 450 Volt Ampere (VA) dan pemberian keringanan tagihan 50 persen kepada konsumen bersubsidi 900 VA. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN (Persero) Bob Saril, membantah rumor lonjakan tarif listrik pelanggan disebabkan oleh kenaikan tarif listrik yang dilakukan perseroan secara sepihak. Menurutnya, lonjakan tagihan listrik murni diakibatkan tingkat pemakaian listrik selama work from home (WFH) yang tinggi.

"Kenaikan murni diakibatkan oleh peningkatan penggunaan listrik selama WFH. Jadi, Ini murni pemakaian pelanggan yang meningkat," kata dia saat melakukan video conference bersama YLKI via Zoom, Kamis (11/6/2020).

Bob menjelaskan pangkal permasalahan terjadi ketika mulai diberlakukan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah kota besar Indonesia. Imbasnya PLN melakukan beberapa penyesuaian kebijakan, diantaranya proses pencatatan meteran listrik oleh petugas tidak dapat menghitung meteran secara langsung ke setiap rumah pelanggan.

Sehingga tagihan rekening listrik bulanan pelanggan dihitung dari rata-rata tiga bulan terakhir pemakaian. Hal ini ternyata memicu terjadinya lonjakan tagihan listrik yang meningkat secara drastis.

Untuk mencegah kesalahpahaman, Bob pun meminta kepada seluruh pelanggan untuk aktif memperhatikan meteran listriknya pada bulan terakhir sebelum pandemi Covid-19. Sebab, dia mengklaim perseroan tidak mungkin membebani pelanggan di tengah kondisi sulit akibat pandemi ini.

"Sekali lagi murni kenaikan pemakaian listrik, karena meterannya jelas ada di rumah pelanggan. Bisa dihitung Kwh yang dipakai pelanggan, jadi ini transparan" tandasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Kata Kementerian BUMN

Petugas PLN memperbaiki Menara Sutet di Jalan Asia Afrika, Jakarta, Rabu (12/8/2015). Pekerjaan tersebut mengandung resiko besar karena jaringan listrik masih dipelihara tanpa dipadamkan. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Sebelumnya, Kementerian BUMN ikut buka suara. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan, tidak ada kenaikan tarif yang ditetapkan oleh PLN.

"Dari tahun ke tahun sama saja. Yang naik tagihan. Kenapa naik? Karena pemakaian kita di rumah, banyak yang dipake listrik di rumah, karena selama kerja di rumah listrik juga tinggi," jelasnya kepada wartawan, Rabu (10/6/2020).

Arya melanjutkan, PLN sudah sangat jelas memberikan keterangan soal tarif listrik tersebut. Terkait tagihan yang melonjak, dirinya berkata bahwa penghitungan meteran listrik menggunakan rata-rata 3 bulan terakhir lantaran petugas meteran tidak datang ke rumah untuk menghitung.

Dalam perhitungan 3 bulan itu, ada kelebihan penggunaan yang mungkin disebabkan WFH yang belum terhitung. Sehingga saat petugas melakukan perhitungan terbaru, jumlah tagihannya membengkak.

"Pada bulan ke-3 teman-teman PLN datang, dicek ternyata ada kelebihan. Nah ini pada 2 bulan sebelumnya, pada 1 bulan sebelumnya, ditambah kelebihan bulan ketiga mereka jumlahkan ke atas, jadi nambah," jelasnya.

Meski begitu, PLN memberikan keringanan agar tagihan tarif listrik yang kelebihan itu bisa dicicil 2 hingga 3 bulan.

"Jadi kalau dibilang PLN membohongi, nggak bisa, karena meterannya jelas, angkanya jelas, listrik angkanya jelas, meteran ada di rumah pelanggan bukan di PLN," kata Arya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya