Kelompok Pria Bersenjata Berseragam Militer Serang Desa di Mali, 20 Warga Tewas

20 warga di sebuah desa di Mali tewas akibat serangan dari sekelompok pria bersenjata dengan seragam militer.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 08 Jun 2020, 07:31 WIB
Tentara Mali dan pasukan PBB membebaskan 80 sandera dari kelompok bersenjata yang menyerang Hotel Radisso di Bamako, ibu kota Mali. (www.ccn.com)

Liputan6.com, Jakarta - Sekelompok pria bersenjata yang mengenakan seragam militer menyerang sebuah desa penggembala Fulani di Mali tengah. Akibatnya, aksi mereka menewaskan sedikitnya 20 orang. Hal ini disampaikan oleh seorang pejabat pemerintah setempat dan sebuah asosiasi Fulani.

Mengutip CGTN, Senin (8/6/2020), para penyerang pada hari Jumat menargetkan desa Binedama di wilayah Mopti, yang telah mengalami banyak aksi pembantaian etnis selama beberapa tahun terakhir.

Fulani, penggembala semi-nomaden yang hadir di seluruh Afrika Barat, telah dituduh oleh komunitas pertanian saingannya mendukung kelompok-kelompok jihad lokal. Hal itu pun kemudian menjadikan mereka sebagai sasaran kekerasan dari milisi main hakim sendiri etnis dan kadang-kadang pasukan pemerintah.

Moulaye Guindo, walikota komune Bankass, yang bertetangga dengan komune tempat Binedama, mengatakan sekitar 20 hingga 30 orang terbunuh oleh laki-laki dalam pakaian militer.

Asosiasi Fulani Tabital Pulaaku mengatakan 29 orang tewas, termasuk seorang gadis berusia 9 tahun. Ia menyalahkan serangan terhadap tentara Mali, yang katanya mengepung desa dengan truk pick-up sebelum membunuh penduduk desa dan membakar rumah-rumah.

"Para korban semuanya berasal dari penduduk sipil yang damai .. yang tidak melakukan kejahatan apa pun kecuali identitas etnis mereka," kata Tabital Pulaaku dalam sebuah pernyataan.

2 dari 2 halaman

Target Serangan

Reruntuhan bekas serangan kekerasan berbau etnis di Mali tengah (AFP Photo)

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh militer Mali di masa lalu melakukan pembunuhan di luar hukum, penculikan, penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap tersangka simpatisan jihad. Hal itu pun telah menjadi tuduhan yang telah dijanjikan untuk diselidiki.

Pada tahun 2018, pemerintah mengatakan beberapa tentaranya terlibat dalam "pelanggaran berat" setelah ditemukannya kuburan massal di pusat negara itu.

Mali telah berada dalam krisis sejak 2012 ketika gerilyawan yang terkait dengan Al Qaeda merebut gurunnya di utara. 

Pasukan Prancis melakukan intervensi pada tahun berikutnya untuk mengusir mereka kembali, tetapi militan sejak itu berkumpul kembali dan memperluas operasi mereka ke negara tetangga, Burkina Faso dan Niger.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya