Belajar dari Kasus Ferdian Paleka, Sayangi Anak tapi Jangan Dibela Saat Berbuat Salah

Pelarian Ferdian Paleka diduga melibatkan pihak keluarga yang menyembunyikannya dari kejaran polisi.

oleh Asnida Riani diperbarui 08 Mei 2020, 12:02 WIB
Ferdian Paleka. (Foto: Instagram @ferdianpalekaa)

Liputan6.com, Jakarta - Nama Ferdian Paleka belakangan jadi topik hangat perbincangan khalayak. Lelaki bertinggal di Bandung, Jawa Barat ini membuat darah publik mendidih setelah kedapatan melakukan prank bagi-bagi bingkisan berisi sampah dan batu bersama sejumlah rekan.

Penerimanya disebut merupakan para transpuan yang masih harus beraktivitas di luar rumah di masa pandemi corona COVID-19. Sempat buron, Ferdian kini telah diamankan pihak kepolisian. Aksi kucing-kucingan yang sempat terjadi diduga berlangsung dengan bantuan pihak keluarga.

Melansir laman Quartz, Jumat (8/5/2020), menurut penulis buku How to Act Like a Grownup: Practical Wisdom for Every Age, Mark DuPre, kondisi seperti ini dikatakan sebagai salah satu waktu terberat bagi orangtua. Namun, jadi orangtua yang baik berarti harus punya 'kemenangan pribadi' dengan tak membenarkan kelakukan salah buah hati, termasuk refleksinya dalam kasus Ferdian Paleka.

Bila keputusan melindungi atas nama cinta yang dilakukan, baik orangtua, keluarga terdekat, bahkan anak tersebut sebenarnya tengah menahan amarah dan rasa cemas tak terluapkan karena sadar tengah berbuat salah.

Berpihak pada orang lain saat anak salah bukan berarti membiarkan mereka sendiri. Tapi, lebih pada melawan kelakukan si anak dan keinginannya berbuat kekacauan. Bila tak demikian, anak tak akan belajar untuk memahami realita dan terus-menerus hidup dalam cangkang aman buatan orangtua mereka.

Kekecewaaan anak dalam kasus ini, termasuk yang menimpa Ferdian Paleka, mestinya juga bernilai penting untuk para orangtua. Ketimbang membela dengan cara tak tepat, pastikan ke anak bahwa Anda memahami betapa sulit situasi tersebut.

2 dari 3 halaman

Jangan Kasihani Anak

Ilustrasi anak. Sumber foto: pexels.com/VisionPic.

Disetir gejolak kasih sayang, rasa kasihan boleh jadi datang secara natural kepada para orangtua. Namun, membesarkan anak tak bisa selalu bersandar pada letupan emosi tak perlu yang malah menjerumuskan.

DuPre menambahkan, sebaiknya latih diri untuk tak biasa mengasihani buah hati. Lebih baik, emosi satu ini disalurkan ke tingkat pemahaman yang sebenarnya sangat diperlukan dalam berbagai situasi saat membesarkan anak.

Bila para orangtua sudah tercermin bisa memahami, anak-anak cenderung akan membuka diri dan meminta saran di banyak keputusan yang mesti ia ambil. Dengan begitu, peran orangtua jadi lebih aktif ketimbang hanya mengasihani.

Dengan mengasihani, orangtua tak mengantarkan anak mereka ke mana-mana. Bersama buah hati, mereka malah akan terus berputar di lubang hitam yang sama tanpa memahami benar situasi di sekitar.

3 dari 3 halaman

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya