Proyek Kereta Cepat Sering Bermasalah, Ada Apa?

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menghentikan sementara proyek tersebut karena diduga menyebabkan banjir.

oleh Athika Rahma diperbarui 08 Mar 2020, 16:00 WIB
Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan menggunakan kereta cepat generasi terbaru, CR400AF. (Dok PT KCIC)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak dicanangkan pada 2016 lalu, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tak luput dari kontroversi, hingga beberapa waktu lalu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menghentikan sementara proyek tersebut karena diduga menyebabkan banjir.

Bahkan, Basuki sampai menyatakan proyek kereta tak pantas disebut proyek Rp 60 triliun. Sebenarnya, apa masalah yang menyelimuti pembangunan kereta cepat ini hingga 'dibenci' banyak pihak?

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyatakan, sejak awal izin lingkungan proyek kereta cepat tersebut memang bermasalah.

"AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)nya terlalu singkat. Bikin AMDAL cuma satu bulan," ujar Djoko kepada Liputan6.com, sebagaimana ditulis Minggu (08/03/2020).

Djoko melanjutkan, proyek umum saja pengurusan AMDALnya butuh kurang lebih 8 bulan hingga selesai. Seharusnya, mega proyek seperti ini memakan waktu lebih dari 1 tahun soal izin lingkungan.

Tak heran, aktivitas proyek kereta cepat menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, termasuk banjir. Meskipun belum ada bukti konkret, namun sebagian spekulasi penyebab banjir di Jakarta beberapa waktu lalu mengarah pada proyek ini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Lokasi Tak Strategis

Pekerja memantau pembangunan terowongan (tunnel) 2 proyek kereta cepat Jakarta-Bandung di Desa Bunder, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (30/3). Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan salah satu proyek infrasturuktur yang dibangun oleh Presiden Joko Widodo. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Djoko menambahkan, lokasi yang dipilih juga tidak strategis. Di luar negeri, kereta cepat masuk ke stasiun di pusat kota.

"Di Indonesia, stasiunnya di pinggir kota. Tidak efektif. Keretanya bisa cepat, tapi masuk Bandung mau keluar stasiun, harus dilanjutkan ojek online. Sama saja akhirnya dengan KA Argo Parahyangan, total waktu tempuhnya," lanjut Djoko.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya