Ban RFT Sulit Jadi Standar Bawaan Mobil Murah, Ini Alasannya

Perkembangan teknologi di bidang otomotif bisa dibilang berkembang secara signifikan. Begitu pula dengan teknologi ban yang melekat pada pelek. Kini ban-ban tertentu memiliki teknologi Run Flat Tyre (RFT).

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Feb 2020, 17:31 WIB
Test ban Dunlop SP Sport LM705 (Amal/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi di bidang otomotif bisa dibilang berkembang secara signifikan. Begitu pula dengan teknologi ban yang melekat pada pelek. Kini ban-ban tertentu memiliki teknologi Run Flat Tyre (RFT).

Teknologi tersebut memungkinkan mobil masih bisa dipakai walau dalam keadaan bocor. Namun, ban ini biasanya digunakan oleh mobil mewah. Mengapa begitu?

Sebagai informasi, kisaran harga ban RFT dimulai dari Rp 2,5 juta seperti Dunlop SP Sport Maxx GT. Paling mahal bisa menyentuh Rp 4,5 jutaaan, contohnya Goodyear Excellence RFT dan Pirelli P Zero RFT. Angkanya jauh berbeda dengan model-model biasa yang dipasarkan di Tanah Air, mulai dari Rp 600 ribuan sampai Rp 1 jutaan.

RFT sendiri punya teknologi yang memungkinkan ban tetap bergulir meski mengalami kebocoran. Strukturnya berbeda. Dinding samping diberikan penguatan, sehingga dapat menopang pelek agar tak menekan tapak ban, layaknya model konvensional ketika berada di kondisi sama. Hasilnya tak akan merusak pelek atau roda itu sendiri.

Walau begitu, bukan berarti tak ada syarat khusus. Dalam kondisi tanpa tekanan udara, ban RFT harus dibawa melaju dalam kecepatan tertentu. Biasanya maksimal 80 kpj, dan jarak yang terlampau jauh. Setelah itu, tetap harus diganti baru.

 

2 dari 3 halaman

Pembuatannya Mahal

Tentunya inovasi semacam ini akan sangat berguna bagi pemilik kendaraan massal berbanderol murah. Terutama dalam hal mendukung keselamatan. Ban pecah seringkali memengaruhi pengendalian yang bisa berakibat fatal. Di lain pihak, penggantian roda di tengah jalan, misalnya jalur tol, juga cukup membahayakan. Ban RFT bisa mengeliminasi bahaya-bahaya itu.

Ungkap Manager Training PT Sumi Rubber Indonesia, Bambang Hermanuhadi, pembuatan ban RFT memang terbilang mahal. Produsen ban Dunlop ini pun masih harus mengimpornya. Bukan tak ingin memproduksi secara lokal, tapi perlu perangkat dan teknik khusus. Artinya mereka harus berinvestasi lebih. Sementara permintaan di pasaran saat ini tidak sebesar model konvensional.

“Permintaan di sini masih sedikit, sementara ongkosnya besar. Nanti kalau kita bawa teknologi pembuatnya, tapi demand kecil kan sulit. Kalau untuk RFT kami masih impor, belum dibikin di sini,” jelasnya di Cikarang, Kamis (20/02).

 

3 dari 3 halaman

Permintaan Kecil

Demand yang kecil ini juga dipengaruhi kebiasaan pemilik mobil pengguna ban RFT. Model-model mewah yang beredar di jalanan jumlahnya tak banyak. Belum lagi pemakaian yang tidak sesering mobil berbanderol jauh lebih murah. Bambang pun mencontohkan pemilik Nissan GT-R. Populasi mobil ini tidak sebanjir Toyota Avanza, Nissan Livina atau Mitsubishi Xpander. Penggunaannya pun tidak sesering model massal lain.

“Mereka kan pakainya kadang cuma akhir pekan. Atau jalan dari titik sini ke titik situ, sudah. Jadi lama habisnya itu ban,” jelasnya.

Sumber: Oto.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya