ICW: Disponsori Presiden dan DPR, 2019 Jadi Tahun Kehancuran KPK

ICW menilai, dalam lima tahun ke depan, lima orang di pucuk kepemimpinan merupakan yang terburuk sepanjang sejarah KPK.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 29 Des 2019, 16:52 WIB
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. (Merdeka.com/Ahda Bayhaqi)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, tahun 2019 menjadi tahun kehancuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, dalam lima tahun ke depan, lima orang di pucuk kepemimpinan dinilai terburuk sepanjang sejarah KPK.

"Ini merupakan tahun paling buruk bagi pemberantasan korupsi, ini adalah tahun kehancuran bagi KPK. Karena lima orang ini dihasilkan dari proses seleksi yang banyak persoalan," kata Kurnia dalam jumpa pers catatan akhir tahun ICW di kantornya di bilangan Kalibata, Jakarta, Minggu (29/12/2019).

Kurnia melanjutkan, lebih parahnya lagi kehancuran KPK disebabkan oleh campur tangan Presiden Jokowi dan DPR RI. Menurutnya, dua simbol eksekutif dan legislatif tersebut adalah sponsor utamanya

"Menurut kami, ini benar-benar disponsori langsung oleh Istana atau Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dan juga anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024 mendatang. Istana dan DPR berhasil meloloskan lima figur pimpinan KPK yang kita nilai paling buruk sepanjang sejarah KPK," tegas Kurnia.

Kurnia merinci satu per satu mengapa Firli cs dinilai tak laik pimpin KPK untuk periode selanjutnya. Pertama, mereka dihasilkan dari proses seleksi yang banyak persoalan seperti tim pansel yang diterpa isu miring dan terkesan ahistoris. Kedua, adanya kedekatan pimpinan KPK saat ini, khususnya Firli dengan institusi kepolisian.

"Mereka (Pansel) diasumsikan publik memberikan karpet merah kepada penegak hukum untuk menjadi pimpinan KPK, ini tidak ada nilai integritas sedikitpun, karena justru figur yang lolos menjadi pimpinan KPK adalah orang-orang yang sebelumnya memiliki 'catatan' di masa lalu," beber dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Dinilai Cacat Integritas

Alasan selanjutnya, adalah soal integritas. Dia menyatakan ada satu di antara lima pimpinan KPK yang tidak patuh melaporkan LHKPN. Karenanya, hal itu menjadi catatan krusial.

Terakhir, menjadi poin penting utama, adalah didapuknya Firli sebagai pimpinan KPK. Sebab dalam rekam jejaknya sebagai mantan direktur penyidik KPK, Firli pernah bertemu para pihak yang diduga terkait kasus korupsi dan membuatnya disanksi melanggar kode etik KPK.

Apalagi, ICW juga memandang Firli masih terdaftar sebagai anggota aktif di Polri. Sehingga jabatannya di KPK adalah langkah rangkap jabatan.

"Jadi ICW memandang Istana dan DPR sudah berhasil untuk meloloskan figur terduga pelanggar kode etik ini, ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak pantas sebenarnya menduduki kursi pimpinan KPK," Kurnia menandasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya