Bersimbah Darah Melawan Sekutu demi Pertahankan Gedung Sate pada 1945

Tujuh pemuda meregang nyawa karena berusaha untuk mempertahankan Gedung Sate dari serbuan tentara Gurkha pada 3 Desember 1945,

oleh Rinaldo diperbarui 03 Des 2019, 08:01 WIB
Gedung Sate (sumber: Merdeka)

Liputan6.com, Jakarta Gedung Sate menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi ketika bertandang ke Bandung. Apalagi, gedung ini juga menyimpan cerita duka akan sejarah perjuangan bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan.

Pada Senin, 3 Desember 1945, terjadi tragedi memilukan di gedung bersejarah ini. Nyawa tujuh orang pemuda melayang karena berusaha untuk mempertahankan Gedung Sate dari serbuan tentara Gurkha yang ditunggangi tentara Inggris dan Belanda.

Tentara Gurkha merupakan orang-orang dari Nepal yang terkenal akan keberanian dan kekuatan fisiknya dalam berperang menggunakan pisau khas mereka, yaitu kukri. Akibat dari Perjanjian Damai yang dinamakan Perjanjian Sugauli pada 1816, tentara Gurkha kemudian menjadi tentara kontrak yang melayani Perusahaan Hindia Timur Britania.

Pada tahun 1945, setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus, bangsa Indonesia mengalami suasana euforia. Di tengah suasana sukacita tersebut, Belanda ternyata belum bisa menerima kenyataan diusir dari Indonesia. Bersama Inggris, Belanda menghimpun kekuatan untuk dapat merebut sejumlah aset, salah satunya adalah Gedung Sate.

Pertempuran pecah pada 3 Desember selama hampir 2 jam yang mengakibatkan sejumlah orang tewas. Meskipun berhasil mempertahankan Gedung Sate, pejuang kita harus kehilangan nyawa tujuh orang pemuda. Lima jenazah ditemukan, sementara dua jenazah lagi tidak ditemukan.

Lima orang pemuda yang jasadnya ditemukan pada peristiwa mempertahankan Gedung Sate tersebut bernama Muchtarudin, Suhodo, Susilo, dan dua lagi tidak diketahui namanya. Sementara itu dua orang yang tidak ditemukan jenazahnya diyakini bernama Rana dan Rengat.

Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibuatlah sebuah prasasti pada 31 Agustus 1952 sebagai bentuk penghormatan kepada tujuh orang pemuda tersebut. Awalnya prasasti berbentuk batu itu terletak di halaman belakang Gedung Sate.

Kemudian, pada 3 Desember 1970, prasasti tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate atas perintah Menteri Pekerjaan Umum saat itu. Posisinya tepat berada sejajar dengan pintu masuk dengan dikelilingi taman dan air mancur.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya