Kemarau 3 Bulan, Ribuan Ekor Ayam Mati Kepanasan di Kendari

Kemarau yang melanda Kota Kendari dan sekitarnya sejak Agustus, membuat ribuan ekor ayam mati di dalam kandang.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 05 Nov 2019, 15:00 WIB
Sejumlah ayam mati kepanasan di dalam kandang karena cuaca ekstrim di Kota Kendari.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Kendari - Selama Agustus hingga awal November 2019, Kota Kendari dan sekitarnya nyaris tak pernah diguyur hujan. Suhu udara hingga mencapai 37 derajat celsius di beberapa lokasi ini, menyebabkan ribuan ekor ayam mati karena overheat (panas berlebih).

Ayam yang ditemukan mati, berasal dari jenis ayam pedaging (broiler). Ternak yang biasanya mulai dipanen sejak berusia 35 hari, dilaporkan sejumlah peternak, mengalami lemas sebelum ditemukan menjadi bangkai.

Dari puluhan peternak yang tersebar di sejumlah wilayah, rata-rata mengeluhkan cuaca jadi penyebab ayam mati tiba-tiba. Padahal, peternak sudah mengantisipasi dengan kipas angin besar dan menyiram ayam setiap 2-3 jam sekali, sejak pukul 07.00 Wita hingga menjelang petang.

Dari puluhan kelompok peternak ayam pedaging di Kota Kendari, rata-rata melaporkan ayam peliharaan mereka ditemukan mati lemas. Jumlahnya mencapai puluhan hingga ratusan ekor setiap peternak.

Febri Tamenk, seorang peternak di wilayah Kelurahan Mangga Dua Kecamatan Kendari, menyatakan, ayam miliknya yang mati mencapai 320 ekor. Padahal, banyak yang sudah siap panen.

"Tiba-tiba saja. Awalnya, malas makan, seperti kelelahan kemudian mati dalam kandang," ujar Febri.

Febri menjelaskan, ayam mati tidak serentak. Namun, berturut-turut selama beberapa hari. "Mau diapakan lagi, langsung kita kuburkan," ujarnya.

Peternak lainnya, Ayu, mengungkapkan, ayam miliknya yang mati hampir mencapai 100 ekor. Penyebabnya, gelombang cuaca panas yang nyaris tak bisa diatasi sejumlah peternak di Kota Kendari dan sekitarnya.

"Padahal, kami sudah berupaya memberikan kipas di kandang, namun tetap mati," ujarnya.

Kondisi ayam mati mendadak ini, menyebabkan peternak mengalami kerugian hingga puluhan juta. 

2 dari 3 halaman

Ayam Tak Kuat Makan

Peternak, menaruh kipas angin di dalam kandang untuk mengantisipasi cuaca panas. (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Cuaca panas di Kendari selama Oktober, menyebabkan ayam pedaging tak kuat makan. Padahal, beberapa peternak sudah berupaya memberikan makanan dengan porsi normal.

Makanan yang diberikan, jenis pelet berasal dari campuran berbagai jenis tepung dan ikan yang dihaluskan. Namun, daya konsumsi ayam melemah, sebelum ditemukan mati.

"Kita berikan tiga kali sehari. Tapi kadang tak habis," ujar Febri.

La Husuni, distributor bibit ayam yang menyuplai ayam broiler di Kota Kendari mengatakan, kerap dilaporkan terkait kerugian peternak. Namun, kondisi cuaca panas di luar kendalinya.

"Kami kerap memberikan solusi bagi peternak dengan cara menaruh kipas di dalam kadang lebih dari biasanya," ujar La Husuni.

Selain itu, peternak bisa melakukan penyemprotan rutin dengan air. Hal ini, untuk mengatisipasi overheat yang dialami ayam.

"Solusi lainnya, batasi pemberian makanan yang mengandung asam amino tinggi sehingga tingkat stres menurun," ujarnya.

Dia menjelaskan, asam amino yang tinggi bisa menghasilkan karbohidrat yang tinggi. Karbohidrat yang berlebih, menyebabkan suhu tubuh ayam meningkat.

Untuk menyuplai nutrisi, peternak bisa memperbanyak pakan ayam dengan asupan vitamin. Hal ini yang kadang diabaikan peternak.

Dia menambahkan, porsi makan ayam malam hari, bisa dikurangi dan diganti vitamin. Tujuannya, untuk mengurangi karbodhidrat yang memicu meningkatnya panas tubuh.

"Pakan juga bagusnya digantung, sehingga bisa mengurangi agresivitas saat melahap pakan," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Penjelasan BMKG

Sejumlah lokasi lahan di Kota Kendari dan sekitarnya, dibuka dan dijadikan perumahan. (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Kepala seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meterologi Maitim Kendari, Adi Istiyono menjelaskan, tahun 2019 menjadi lebih panas dari tahun sebelumnya untuk wilayah Kota Kendari dan sekitarnya. Hal ini, disebabkan beberapa faktor.

Pertama, karena kelembabapan berurang dibawah 50 persen. Ditambah, uap air di amotsfir berkurang.

Selain itu, penyebab lainnya karena kondisi lingkungan. Dia menjelaskan, pembangunan dimana mana, menyebabkan oksigen berkurang.

"Ini disebabkan daerah tutupan lahan berkurang. karena banyak perumahan, ruko dan beton yang menggunakan daerah tutupan lahan yang baru dibangun," katanya.

Dia merinci, sejak Agustus, hampir tidak terjadi hujan di wilayah Kendari dan sekitarnya. Hanya terjadi hujan pada beberapa wilayah saja, itupun tidak berlangsung lama.

Pada Oktober lalu, sejumlah wilayah di Ranomeeto seperti Bandara Udara Halu Oleo dan Konawe Selatan bahkan mencapai hingga 37 derajat celsius.

"Untuk daerah di pinggiran laut di Kendari, rata-rata sekitar 33 sampai 34 derajat celsius karena memang masih banyak daerah tutupan berupa pohon bakau," ujar Adi Istiyono.

Dia menambahkan, dari dinamika atmosfir dan pantauan cuaca, hujan diprediksi pada November pekan ketiga. Menurutnya, kondisi ini normal saja karena tak ada gangguan badai elnino dan lanina di wilayah Samudera Pasifik.

"Saat ini, matahari ada di selatan indonesia. Sehingga, Sulawesi Tenggara masih berada dibawah daerah seperti Semarang, Jawa Timur yang tingkat panasnya bisa mencapai 38 derajat," katanya.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya