Perbaiki Neraca Dagang, Ekonom Ingatkan Mendag Tak Terjebak Proteksionisme

Kadin juga berharap Mendag bisa memperbaiki kualitas aturan soal impor industri.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 29 Okt 2019, 11:15 WIB
Aktivitas pekerja bongkar muat peti kemas di Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/10/2019). Angka tersebut menurun 9,99% dibandingkan Agustus 2018 yang sebesar US$ 15,9 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mendapat pekerjaan rumah (PR) warisan pendahulunya, yakni lemahnya ekspor yang membuat neraca perdagangan terus defisit. Masalah ekspor ini tentunya melemahkan mata uang rupiah dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Para pengusaha yang tergabung dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berharap neraca dagang bisa surplus di era Mendag Agus. Tetapi, ekonom mengingatkan agar Mendag tak terjerumus proteksionisme.

"Tantangan ke depannya adalah bagaimana meningkatkan ekspor. Kalau dilihat dari CAD solusinya bukan menekan impor tetapi memajukan ekspor," ujar Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal kepada Liputan6.com seperti ditulis Selasa (29/10/2019).

"Kalau kita mengedepankan proteksionisme akan ada counter-policy dari negara tetangga," lanjutnya.

Menurut Fithra, sebanyak 90 persen impor selama ini untuk kepentingan industri, sehingga jika ditahan justru membuat ekspir tambah lemah.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Aturan Impor

Sebuah kapal bersandar di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Penyebab kinerja ekspor sedikit melambat karena dipengaruhi penurunan aktivitas manufaktur dan mitra dagang utama, seperti AS, China, dan Jepang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Shinta Kamdani dari Kadin juga berharap Mendag bisa memperbaiki kualitas aturan soal impor industri, pasalnya izin impor bahu baku industri amat lambat dan ketat padahal tidak ada substitusinya di dalam negeri. Waktu perizinan saat ini juga tidak kompetitif dibanding negara kompetitor.

"Untuk impor bahan baku pelaku usaha perlu mengurus persyaratan impor yang panjang dan menunggu hingga tiga sampai enam bulan sejak aplikasi izin impor hingga bahan baku yg diperlukan bisa digunakan di pabrik. Ini harus dikoreksi segera karena di negara pesaing kita, proses ini hanya butuh waktu kurang dari delapan minggu," jelas Shinta.

Untuk meraih hal itu, Kemendag diharapkan bisa sinkron dengan kementerian-kementerian perekonomian lain agar regulasi ekspor-impor semakin efisien dan tidak membingungkan para pelaku usaha.

Selain meminta pembenahan regulasi, Shinta yang merupakan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional juga berharap Mendag memberikan edukasi kepada para ekspotir agar kapasitasnya meningkat serta pemahaman soal manfaat perjanjian dagang internasional.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya