Menkumham: di RUU KUHP, Pidana Aborsi Tak Berlaku untuk Korban Perkosaan

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan, pasal mengenai aborsi dalam Rancangan KUHP.

oleh Yopi Makdori diperbarui 20 Sep 2019, 21:03 WIB
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly saat menyampaikan keterangan terkait penundaan pengesahan RUU KUHP di Graha Pengayoman Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Menkumham juga mengklarifikasi beberapa isu terkait draft RUU KUHP. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan, pasal mengenai aborsi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengecualikan korban pemerkosaan dan indikasi medik yang dibutuhkan pengguguran.

"Dan tidak berlaku bagi korban perkosaan maupun karena alasan medik. Seorang perempuan yang diperkosa, oleh karena dia tidak menginginkan janinnya dalam tahapan terminasi tertentu dapat dilakukan. (Juga) karena alasan medik. Mengancam jiwa misalnya. Dan itu juga diatur dalam UU Kesehatan," papar Yasonna di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2019).

Menurut Yasonna, pasal mengenai aborsi sudah diatur dalam KUHP lama. Bahkan, kata dia, pasal yang baru justru memperingan ancaman hukumannya. Dari yang awal 12 tahun menjadi hanya lima tahun.

"Tapi sekarang kan dunia sudah berubah, maka diatur ancaman hukuman yang lebih rendah," kata Yasonna.

Terkait mekanisme pengguguran karena faktor medis, Yasonna menjelaskan bahwa ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Kesehatan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya