Jawab Penolakan UU KPK, Jokowi Ditantang Terbitkan Perppu

Peneliti Kode Inisiatif, Violla Reininda mengatakan, Perppu tersebut untuk menjawab aspirasi publik yang menolak Revisi UU KPK.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Sep 2019, 06:03 WIB
Presiden Joko Widodo didampingi Kepala Staf Kepresiden Moeldoko dan Mensesneg Pratikno menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi ditantang mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) atas disahkannya Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Peneliti Kode Inisiatif, Violla Reininda mengatakan, Perppu tersebut untuk menjawab aspirasi publik yang menolak Revisi UU KPK.

"Presiden SBY pernah membuat Perppu, jadi mungkin kalau Presiden Jokowi cukup berani dan mau melihat dan merasakan empati yang ada di publik, mungkin dia akan mengeluarkan Perppu juga, meskipun kemungkinannya sangat kecil," kata Violla di kantornya, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu 18 September 2019.

Tak hanya melemahkan KPK, kata Violla, revisi itu dinilai meruntuhkan marwah Indonesia sebagai negara hukum ketika dihadapkan oleh konstitusi. 

"Bagaimana negara hukum bisa berfungsi dengan baik kalau misalnya pemerintah dan DPR secara legal membuka ruang untuk memperlemah strategi pemberantasan korupsi," ucapnya.

Dia menerangkan, KPK sejatinya terlepas dari lembaga eksekutif dan legislatif. Hal itu sudah ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sebetulnya MK ini sudah menyinggung banyak sekali pakar internasional yang menyatakan KPK cabang kekuasaan keempat yang terlepas dari legislatif juga eksekutif, meskipun dia menjalankan fungsi eksekutif," ucap Violla.

"Semestinya DPR bisa mengkritisi hal itu, tapi kemudian ini diambil jadi materi dalam RUU supaya bisa mempersempit ruang gerak KPK itu sendiri," sambung dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Disahkan DPR

Wakil Ketua DPR selaku Pimpinan Sidang Fahri Hamzah mengetuk palu dalam sidang paripurna ke-9 Masa Persidangan I 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (17/9/2019). Rapat Paripurna DPR menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK menjadi undang-undang dalam sidang paripurna yang digelar, Selasa 17 September 2019.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah selaku pimpinan sidang mengetuk palu pengesahan setelah anggota dewan menyatakan setuju. Tiga kali Fahri menegaskan persetujuan terhadap revisi UU KPK menjadi undang-undang.

"Apakah pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan terhadap rancangan UU tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK, dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?" ujar Fahri dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa.

"Setuju," jawab anggota dewan serentak.

Dalam pengambilan keputusan tingkat pertama, tujuh fraksi; PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, PAN, PKB, dan Hanura menerima revisi tanpa catatan.

Sementara Dua fraksi yakni Gerindra dan PKS menerima dengan catatan tidak setuju berkaitan pemilihan dewan pengawas yang dipilih tanpa uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Terakhir, Demokrat belum memberikan sikap karena menunggu konsultasi pimpinan fraksi.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya