Digitalisasi SPBU Molor, Ini Penjelasan Pertamina

Penyebab molornya penerapan sistem digital adalah kondisi kontruksi SPBU yang ‎ada sudah tua.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 21 Agu 2019, 19:56 WIB
Suasana di SPBU Kuningan Jakarta, Sabtu (5/5). Pemerintah berencana untuk menambah subsidi solar di tengah harga minyak dunia yang sedang naik. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengakui terjadi keterlambatan penerapan sistem digital pada kegiatan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM), rencananya sistem tersebut akan diterapkan pada 5.518 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Direktur Pemasaran Ritail Pertamina Mas'ud Khamid mengatakan, penyebab molornya penerapan sistem digital adalah kondisi kontruksi SPBU yang ‎ada sudah tua, sehingga petugas pemasang alat pencatat penyaluran BBM harus berhati-hati.

"Kenapa ini bisa terlambat. Ternayata konsturksi SPBU kita bukan SPBU baru kami hati-hati melakukan instalasi ini membuat proyek mundur," kata Mas'ud, di Kantor BPH Migas, Jakarta, Rabu (21/8/2019).

Mas'ud melanjutkan, penyebab molornya penerapan sistem digital pada SPBU adalah waktu pemasangan alat pencatat yang terbatas, sebab harus menunggu SPBU berhenti beroperasi.

‎"Teman-teman Telkom bekerja terbatas saat SPBU tutup jam 10 malam sampai jam 5 pagi Sebelum SPBU buka," tuturnya.

Memaparkan perkembangan pemasangan alat pencatat digital tersebut, saat ini tangki timbun pada 5.518 SPBU sudat terpasang sensor pencatat, kemudia dilanjutkan dengan pemasangan Electric Data Center (EDC) sebanyak 22 ribu unit yang saat ini sudah terealisasi sebanyak 1.400 unit dan 130 SPBU di Jakarta sudah terintegrasi.

"Manfaatnya kita bisa monitor berapa BBM yang ditebus berapa yang dijual, berapa sudah laku, sehingga monitor stok. Kita bisa tau stok SPBU mana yang habis atau habis dalam berapa jam," tandasnya

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Tahan Penurunan Produksi Minyak, Ini Langkah Pertamina

Suasana kilang minyak Pertamina Refenery Unit IV Cilacap, Rabu (7/2). Produk utama yang dihasilkan kilang Cilacap berupa produk BBM atau gasoline, naphtha, kerosine, avutur, solar LSWR, minyak bakar, LPG, pelumas dasar. (Liputan6.com/JohanTallo)

Pertamina, melalui anak usahanya PT Pertamina EP, menggelar delapan proyek pengurasan minyak tahap lanjut atau Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk menahan laju penurunan produksi minyak.

Delapan proyek kegiatan EOR meliputi lapangan yaitu Tanjung, Sukowati, Rantau, Sago, Ramba, Jirak, Limau dan Jatibarang.

Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H Samsu mengatakan, sejak April 2019, Pertamina telah membentuk komite EOR dan diskusi melibatkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas) dan ahli-ahli eksternal. Pilot EOR polymer di Lapangan Tanjung telah menunjukkan hasil yang positif.

“Sebagai kelanjutannya telah ditandatanganinya pokok-pokok kesepahaman antara Pertamina dan Repsol dalam pengelolaan EOR di lapangan Tanjung untuk full scale nya, termasuk implementasi EOR Surfactant-Polymer,” kata Dharmawan, di Jakarta, Rabu (21/8/2019).

Dharmawan mengungkapkan, proyek EOR yang dilaksanakan oleh Pertamina meliputi implementasi EOR surfactant polymer dan CO2 flooding. Dia optimis strategi ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap upaya menahan laju decline rate di lapangan-lapangan Pertamina.

"Untuk EOR di Tanjung, kami perkirakan dalam dua sampai tiga tahun kedepan produksinya bisa naik 4 hingga 5 kali lipat dari produksi saat ini,” ujarnya.

3 dari 3 halaman

Lapangan Jirak dan Rantau

Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit

Dia melanjutkan, Lapangan Jirak dan Rantau saat ini sedang dalam tahap implementasi full scale Waterflood. “Bersamaan dengan hal tersebut dilakukan studi aplikasi chemical Surfactant untuk implementasi EOR,” tambahnya.

Selanjutnya, terkait dengan CO2 flooding, Pertamina saat ini sedang melakukan studi di beberapa lapangan yaitu Jatibarang, Sukowati dan Ramba. Dharmawan menambahkan bahwa Lapangan Sukowati direncanakan merupakan lapangan aplikasi Carbon Capture Utilization & Storage (CCUS) pertama di Indonesia dengan memanfaatkan CO2 yang dihasilkan dari lapangan Jambaran - Tiung Biru (JTB).

Menurutnya, penerapan teknologi EOR juga akan diterapkan pada lapangan Minyak dan gas (migas) yang dioperatori Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ). Saat ini sedang dilakukan studi di lapangan Zulu dan E-Main di PHE ONWJ. Selain itu di lapangan Batang yang dioperasikan oleh PHE Siak dalam waktu dekat, akan dilakukan pilot project EOR Steam Flooding.

“Implementasi EOR Pertamina memang dimulai di lapangan migas yang dikelola Pertamina EP. Dan kini, kami sudah mulai memperluas ke wilayah kerja PHE,” ujarnya.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya