AS Kembali Buka Komunikasi dengan China, Rupiah Menguat

Indonesia dapat menikmati arus modal yang masuk sehingga menopang penguatan rupiah.

oleh Arthur Gideon diperbarui 19 Agu 2019, 11:45 WIB
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Senin ini. AS kembali melakukan negosiasi dagang dengan China.

Mengutip Bloomberg, Senin (19/8/2019), rupiah dibuka di angka 14.201 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.240 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.194 per dolar AS hingga 14.208 per dolar AS. Hika dihitung dari awal tahun, rupiah menguat 1,30 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.203 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.258 per dolar AS.

"Minat pelaku pasar kembali meningkat pada aset-aset di negara berkembang di tengah pudarnya sentimen resesi akibat perang dagang antara China dan Amerika Serikat," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra seperti dikutip dari Antara.

Ia mengemukakan penasihat ekonomi Gedung Putih dikabarkan, tim negosiasi dagang Amerika Serikat dan China akan berkomunikasi secara intensif. Pasar merespons positif rencana dialog dagang itu yang sedianya akan dilaksanakan di Washington.

"Itu merupakan kabar baik dari AS, dikabarkan dialog itu dilakukan pada awal September, diharapkan berjalan lancar," katanya.

Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong menambahkan sentimen positif eksternal itu berhasil membangkitkan minat pelaku pasar terhadap aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Indonesia dapat menikmati arus modal yang masuk sehingga menopang penguatan rupiah," katanya.

Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar uang juga masih merespons positif rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2020.

Ia menambahkan bahwa asumsi-asumsi dalam RAPBN 2020 cukup terukur. RAPBN yang terukur itu direspons positif pasar.

Berdasarkan RAPBN 2020, inflasi akan tetap dijaga rendah pada tingkat 3,1 persen untuk mendukung daya beli masyarakat.

Sementara nilai tukar rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp14.400 per dolar AS karena kondisi eksternal yang masih dibayangi oleh ketidakpastian.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pemerintah Prediksi Rupiah Melemah ke 14.400 per Dolar AS di 2020

Teller menunjukkan mata uang dolar AS di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pemerintah memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan melemah pada tahun depan. Hal tersebut terjadi karena adanya gejolak ekonomi dunia.

Dalam pidato Nota Keuangan di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat (16/8/2019), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa target ekonomi masih akan tinggi, tetapi untuk nilai tukar rupiah akan melemah.

Ia menyebut target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 adalah 5,3 persen. Sumber pertumbuhan ekonomi tahun depan ditekankan pada sektor konsumsi. 

"Pertumbuhan ekonomi akan berada pada tingkat 5,3 persen dengan konsumsi dan investasi sebagai motor penggerak utamanya. Inflasi akan tetap dijaga rendah pada tingkat 3,1 persen untuk mendukung daya beli masyarakat," ujar dia.

Jokowi menyebut nilai tukar rupiah akan melemah menuju 14.400 per dolar AS. Ia menyebut hal itu diakibatkan kondisi ekonomi global yang volatile alias penuh ketidakpastian.

Meski sedang ada disrupsi dagang, Jokowi yakin Indonesia akan tetap menjadi primadona investasi. Pasalnya, Indonesia memiliki telah mendapatkan citra positif dan iklim investasi akan terus dijaga.

"Pemerintah yakin investasi terus mengalir ke dalam negeri, karena persepsi positif atas Indonesia dan perbaikan iklim investasi," ujar Jokowi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya