Bos Bappenas Beberkan Bahaya Regulasi Kaku bagi Pertumbuhan Ekonomi RI

Hasil studi menunjukkan bahwa dari kaca mata investor, regulasi maupun institusi di Indonesia dipandang kaku dan tertutup.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Jun 2019, 15:29 WIB
Menteri PPN/Bappenas, Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan terkait rencana pemindahan ibu kota negara di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintahan Presiden Jokowi kembali membuka wacana pemindahan ibu kota negara karena kondisi lingkungan Jakarta yang semakin menurun. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyatakan, salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah regulasi dan institusi. Hal tersebut tampak dari kajian yang telah dilakukan kementerian yang dipimpinnya.

"Growth constrain study yang dilakukan oleh Bappenas, disimpulkan bahwa regulasi dan institusi adalah the most constrain bagi pertumbuhan ekonomi kita," ujar dia di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (19/6).

Hasil studi menunjukkan bahwa dari kaca mata investor, regulasi maupun institusi di Indonesia dipandang kaku dan tertutup. Selain itu, kualitas institusi juga menurun karena adanya praktik korupsi maupun inefisiensi.

"Kita harus pahami, kita harus sadari. Tidak boleh gampang menyangkal kita sudah pada tahap yang sudah sangat berkualitas," tegas Bambang.

Selain itu tentu lemahnya koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah juga menjadi sorotan. "Penting untuk memahami rezim regulasi dan institusi yang membuat tidak lepas dari cepat tidaknya pertumbuhan ekonomi," imbuh dia.

Regulasi yang kaku dan lemahnya kualitas institusi bakal membuat Indonesia menjadi tidak menarik bagi investor. Hal ini akan berdampak pada turunnya aktivitas ekonomi. Ujung-ujungnya menghambat laju pertumbuhan ekonomi. "Kalau sudah tertutup pasti tidak attractive bagi investor," tegas Bambang.

Sebagai contoh, Mantan Menteri Keuangan ini menyebutkan kemudahan berbisnis dalam perdagangan lintas batas atau ekspor dan impor. Jika dibandingkan dengan negara pear, nilai Indonesia untuk kemudahan berusaha di sektor ini jauh lebih rendah.

"Misalnya EODB 2019, maka untuk subcomponent tranding cross border, kita lihat Indonesia, sample 2 kota utama Jakarta dan Surabaya. Indonesia nilainya 67,3 jauh di bawah Malaysia 88,5, Thailand 84,7, lalu Vietnam dan Filipina," ungkapnya.

"Kesimpulan, regulasi yang ada cenderung tidak memudahkan perdagangan lintas batas. Ini masalah serius karena kalau kita bicara pertumbuhan ekonomi pasti berkaitan dengan investasi, pasti berkaitan dengan ekspor impor."

Regulasi yang kaku juga akan menyebabkan biaya ekonomi menjadi tinggi (high cost economy). Hal ini tentu akan menghantam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Akibat regulasi yang kaku akan menyebabkan yang namanya high cost economy itu langsung dibantah oleh investor, sehingga akan membuat volume perdagangan atau kegiatan ekonomi itu menurun," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Kemenko Perekonomian Paparkan Rumitnya Terbitkan Izin Usaha di Indonesia

Pemandangan gedung bertingkat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (14/3). Bank Indonesia (BI) optimistis ekonomi Indonesia akan lebih baik di tahun 2019. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah terus berupaya reformasi birokrasi dan menyederhanakan, serta mempermudah proses izin usaha. Hal ini selain memberikan kepastian usaha juga bertujuan untuk mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru.

Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian, Bambang Adi Winarso mengakui, proses izin usaha di Indonesia masih harus diperbaiki lagi. 

Sebagai contoh, dia mengatakan, proses izin dan syarat-syarat mendirikan rumah toko (ruko) dua lantai sama dengan proses serta syarat untuk mendirikan apartemen.

"Iya prosesnya sama. Pernah urus IMB enggak? Coba periksa," kata dia, saat ditemui, di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (19/6/2019).

Menurut dia, salah satu pertimbangan mengapa izin diperlukan adalah terkait dengan risiko di masa depan. Oleh karena itu, tingkat kerumitan izin seharusnya disesuaikan dengan tingkat risiko usaha.

"Mengelola izin itu fungsi dari risiko. Kalau risikonya rendah ya daftar doang," ujarnya.

Hal lain yang juga disebut Bambang yakni SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). Dia menyebutkan di Indonesia SIUP wajib diurus oleh orang yang hendak melakukan kegiatan usaha perdagangan.

"Harusnya tidak semua dalam bentuk izin, mungkin ada yang hanya perlu mendaftar," imbuhnya.

Dia pun mengambil contoh dari negara-negara lain. Di beberapa negara yang pernah dia sambangi, tidak semua pedagang wajib mengurus SIUP.

"Saya coba di beberapa negara, kalau Anda mau buka salon kamu harus ada SIUP kalau di tempat lain, 'Oh enggak (perlu SIUP). Itu cuma daftar saja.' Selama tempat sesuai dengan peruntukan. Anda mau buka di tempat bisnis (kawasan perdagangan), itu hanya perlu mendata. Tidak perlu izin," tandasnya.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya