MUI Minta Ulama Tidak Terlibat Gerakan Inkonstitusional

Dalam situasi panas saat ini,kata Azrul, peran ulama justru sangat penting.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Mei 2019, 20:43 WIB
Badut berbentuk kotak suara Komisi Pemilihan Umum (KPU), ondel-ondel, dan marching band ikut meramaikan pawai Deklarasi Kampanye Damai di Monas, Minggu (23/9). (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Tensi politik merambat naik jelang pengumuman hasil pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang akan diumumkan 22 Mei 2019. 

Sejumlah sejumlah pihak menuding pemilu tahun ini sebagai pesta demokrasi terburuk pasca-reformasi. Penyebabnya, adanya dugaan potensi kecurangan di sejumlah daerah yang dinilai lebh mengunntungkan pihak petahana.

Ancaman pun bermunculan, mulai dari gerakan people power, mengepung Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga diskualifikasi pasangan capres-cawapres petahana melalui gerakan Ijtimak Ulama.

Belum lagi adanya pernyataan dari sejumlah tokoh berpengaruh yang ikut menghembuskan suara-suara bernada provokatif yang mengarah pada tindakan delegitimasi terhadap pemerintah yang sah. Ketua Komisi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Azrul Tanjung meminta agar rivalitas politik berhenti setelah pencoblosan dilakukan pada 17 April lalu.

"Pemilu 2019 berlangsung aman. Itu yang harus kita syukuri. Sebaiknya kita mengedepankan sikap kenegarawanan. Yang menang pileg atau pilpres, jalankan amanah dengan rendah hati. Tidak takabur. Bagi yang kalah, ikhlas,” kata Azrul Tanjung di Jakarta, Rabu (8/5/2019).

Dalam situasi ini, kata Azrul, peran ulama justru sangat penting. Sebab, mereka yang menjadi contoh bagaimana seharusnya menyambung kembali apa yang koyak selama mobilisasi politik dilakukan.

"Tokoh agama yang menjadi panutan jamaah hendaknya sama-sama saling menjaga kebersamaan antar-umat karena pemilu ini kan kontestasi yang sifatnya berlangsung setiap lima tahun sekali. Sementara status kita sebagai warga bangsa Indonesia akan tetap kita bawa sampai mati,” kata dia.

Ketika disinggung soal adanya ajakan untuk melakukan people power dan menolak keputusan KPU, Azrul menilai bahwa hal tersebut tidak perlu dilakukan.

"Saya meminta semua tokoh agama agar bisa bersama-sama saling mengendalikan diri, bukannya mengajak umat yang berada di bawah untuk melanggar konstitusi. KPU itu lembaga resmi yang dibentuk dari rakyat. Jadi ya saling berlapang hati saja," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Tidak Terjebak Hujat Menghujat

Hal senada diungkapkan Imam Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar. Ulama kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, tersebut mengatakan, ulama sejati tidak akan terjebak pada hujat menghujat.

"Kalaupun ada persoalan, mereka akan langsung menegur dengan menggunakan cara-cara yang baik,” kata Nasaruddin Umar, Minggu, 5 Mei 2019. 

Kerendahan hati, kata Nasaruddin, adalah perhiasan seorang ulama. Bahkan ulama dengan kemampuan menafsir Al Quran paling bagus pun tetap harus berpikir bahwa dia bisa saja salah. Ulama pun tak diperkenankan mengunggulkan dirinya sendiri.

"Mereka menyelesaikan persoalan tanpa menepuk dada,” kata dia.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya