PVMBG Ungkap Rentetan Tsunami yang Menerjang Selat Sunda

Sri menuturkan, diperlukan pemasangan peralatan pemantau semisal stasiun pasang surut di pulau sekitar Gunung Anak Krakatau maupun pemantauan visual dengan penginderaan jauh.

oleh Arie Nugraha diperbarui 24 Des 2018, 18:11 WIB
Warga mengumpulkan perkakas dari bangunan rumahnya yang rusak akibat terjangan tsunami di Kampung Sumur Pesisir, Pandeglang, Banten, Senin (24/12). Pascatsunami Selat Sunda, warga mulai kembali ke rumahnya masing-masing. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Bandung - Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan tsunami yang terjadi di Anyer, Banten dua hari lalu merupakan peristiwa langka. Hal itu disebabkan masih sangat sulit untuk memperkirakan pemicu tsunami akibat bagian gunung api Anak Krakatau mengalami longsoran.

Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami PVMBG Sri Hidayati, untuk memastikan pemicu tsunami di tengah Selat Sunda sangat diperlukan.

Sri menuturkan, diperlukan pemasangan peralatan pemantau semisal stasiun pasang surut di pulau sekitar Gunung Anak Krakatau maupun pemantauan visual dengan penginderaan jauh.

"Tsunami yang terjadi pada 22 Desember 2018 kemungkinan besar dipicu oleh longsoran atau jatuhnya sebagian tubuh dan material Gujung Anak Krakatau (flank collapse) khususnya di sektor Selatan dan Barat Daya. Namun, masih diperlukan data tambahan dan analisis lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada faktor lain yang berperan," ujar Sri dalam keterangan tertulisnya, Bandung, Senin, 24 Desember 2018.

Sri melanjutkan sebelum kejadian tsunami, erupsi Gunung Anak Krakatau terjadi secara menerus sejak Juni 2018 dan berfluktuasi, tetapi tidak ada peningkatan intensitas yang signifikan.

Dia menjelaskan, berdasarkan katalog tsunami yang ditulis S.L. Soloviev dan Ch.N. Go pada tahun 1974, wilayah Selat Sunda beberapa kali dilanda tsunami yang dipicu oleh gempa bumi pada tahun 1722, 1852, dan 1958.

Sedangkan tsunami akibat erupsi atau aktivitas Gunung Krakatau di tahun 416, 1883, dan 1928. Untuk penyebab lain tsunami yang belum diketahui yaitu pada tahun 1851, 1883 dan 1889.

"Hingga saat ini erupsi Gunung Anak Krakatau masih berlangsung menerus, masyarakat di pesisir barat Banten dan pesisir selatan Lampung agar tetap waspada, dan untuk sementara waktu tidak beraktivitas di wilayah yang terlanda tsunami hingga kondisi memungkinkan," kata Sri.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Pasang Surut Air Laut

Warga mengumpulkan perkakas dari bangunan rumahnya yang rusak akibat terjangan tsunami di Kampung Sumur Pesisir, Pandeglang, Banten, Senin (24/12). Pascatsunami Selat Sunda, warga mulai kembali ke rumahnya masing-masing. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Berdasarkan pengamatan stasiun pasang surut Badan Informasi Geospasial (BIG) di Stasiun Marina Jambu, Desa Bulakan, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten diperoleh informasi mengenai waktu tiba dan tinggi gelombang pertama, saat tsunami terjadi pada hari Sabtu, 22 Desember 2018 lalu tiba pada pukul 21.27 WIB dengan ketinggian 1,4 meter.

Sementara data dari Stasiun Banten Pelabuhan Ciwandan, Kota Cilegon, Banten, tsunami tiba pada pukul 21.40 WIB, dengan ketinggian 0,27 meter.

Stasiun Kota Agung Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Tanggamus, Lampung, mencatat tsunami tiba pada pukul 21.35 WIB, dengan ketinggian 0,31 meter. Sementara Stasiun Panjang Pelabuhan Panjang, Kota Bandar Lampung, Lampung, tsunami tiba pada pukul 21.27 WIB, dengan ketinggian 0,36 meter.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya