Bunga Tinggi Aduan Terbanyak Korban Aplikasi Pinjaman Online

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pemerintah juga diminta mengambil tindakan tegas terkait masalah pinjaman online ini.

oleh Bawono Yadika diperbarui 09 Des 2018, 17:32 WIB
Ilustrasi pinjaman online. Dok: sbs.ox.ac.uk

Liputan6.com, Jakarta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebutkan, masyarakat yang menjadi korban aplikasi peminjaman online harus dilindungi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pemerintah juga diminta mengambil tindakan tegas terkait masalah ini.

Menurut laporan LBH Jakarta, laporan terbanyak yang diberikan korban pinjaman online terkait bunga yang sangat tinggi. Ini menduduki posisi teratas dari seluruh jenis pelanggaran pinjaman online yang dilaporkan masyarakat.

"Ada 1.145 laporan korban soal bunga yang sangat tinggi dan tanpa batasan. Kemudian 1.100 korban soal penagihan yang tidak hanya dilakukan kepada peminjam atau kontak darurat," tutur Pengacara Publik di Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/12/2018).

Tak hanya itu, Jeanny menambahkan, ancaman dan pelecehan seksual turut menimpa korban dari aplikasi pinjaman online tersebut. Ini diperburuk dengan penyebaran data pribadi pengguna.

"Ada 781 korban yang menerima pelecehan seksual serta 903 korban dimana penyebaran foto dan informasi pinjaman ke kontak yang ada di gawai peminjam," ujar dia.

Jeanny pun menjelaskan, seorang korban atau masyarakat bahkan dapat mengalami lebih dari satu pelanggaran akibat terjerat pinjaman online itu.

"Ini perlu menjadi penekanan bahwa sebagian besar permasalahan yang dialami korban berasal dari minimnya perlindungan data pribadi," papar dia.

"Jadi hal ini menjadi akar masalah penyebaran data pribadi dan tentu saja merupakan pelanggaran hak atas privasi," ia menambahkan.

2 dari 2 halaman

LBH Jakarta Desak OJK Tuntaskan Masalah 1.330 Korban Pinjaman Online

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menggelar konferensi pers terkait permasalahan hukum yang terjadi pada korban aplikasi peminjaman online. Liputan6.com/Bawono Yadika

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi pada korban aplikasi peminjaman online.

Usai pos pengaduan korban pinjaman online ditutup pada 25 November 2018, LBH Jakarta menerima 1.330 pengaduan dari 25 provinsi di Indonesia.

"Jika pemerintah dan OJK tidak segera menyelesaikan masalah ini maka akan semakin banyak orang yang menjadi korban," ujar Pengacara Publik di Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (09/12/2018).

Jeanny menjelaskan, baik ilegal atau tidak, laporan pengaduan korban pinjaman online sebaiknya dapat ditindaklanjuti OJK. Masyarakat dikatakan harus mendapat perlindungan atas pelanggaran hukum yang terjadi itu.

"Ilegal dan legal itu sama saja. Jika alasan OJK menolak pengaduan masyarakat dengan alasan ilegal, ya itu terpatahkan dengan 1.330 pengaduan ini. Kita bisa saja tuntut atau pidanakan OJK. Sangat mungkin. Instrumen hukumnya juga tersedia," jelas dia.

Berdasarkan pengaduan yang diterima oleh LBH Jakarta, 25 dari 89 penyelenggara aplikasi pinjaman online yang dilaporkan kepada LBH Jakarta merupakan penyelenggara aplikasi yang terdaftar di OJK.

Ini menunjukan bahwa terdaftarnya penyelenggara aplikasi pinjaman online di OJK, tidak menjamin minimnya pelanggaran.

"Aplikasi yang dilaporkan ke kami 71,29 persen memang bukan aplikasi terdaftar di OJK. Tapi ada 28,08 persen yang terdaftar di OJK. Totalnya ada 89 aplikasi. Jadi 28 persen dari 89 itu ada 25 aplikasi terdaftar di OJK," ujarnya.

Jeanny pun mendesak pihak kepolisian turut mengusut tuntas tindak pidana yang dilaporkan penyelenggara aplikasi pinjaman online itu.

"Karena ini semua merupakan bentuk praktik buruk yang dilakukan hanya untuk menarik keuntungan dan memiskinkan masyarakat," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya