Bos Pertamina Ungkap Perkembangan Proyek Kilang Terbesar RI

Rencananya Pertamina akan rapat dengan manajemen Saudi Aramco pada pekan depan membahas pembangunan proyek kilang Cilacap.

oleh Bawono Yadika diperbarui 29 Okt 2018, 14:12 WIB
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Tbk Nicke Widyawati.

Liputan6.com, Bontang - Kerja sama pembangunan kilang antara Saudi Aramco dan PT Pertamina (Persero) kini tinggal menunggu waktu. Pemerintah Arab Saudi telah berencana berinvestasi pada proyek revitalisasi kilang Cilacap sejak 2015.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengaku, rencananya perseroan akan rapat dengan manajemen Saudi Aramco pada pekan depan. Proyek yang digadang-gadang menjadi kilang terbesar di Indonesia ini akan memasuki tahap Front End Engineering Design (FEED).

"Tetap berjalan (proyeknya). Minggu depan kita akan rapat manajemen dengan Saudi Aramco. Kita akan masuk ke tahap FEED," jelas dia di Bontang, Kalimantan Timur, seperti dikutip Senin (29/10/2018).

Dirut Nicke menjelaskan, proses FEED akan memakan waktu selama 6 bulan. Setelah itu, proyek revitalisasi kilang akan memasuki tahap Engineering, Procurement, and Construction (EPC).

"Feed-nya 6 bulan, sesudah feed baru kita tender satu tahun. Tapi kalau sudah masuk feed namanya digarap," jelas dia.

Nicke pun menekankan, mulai pekan depan, proyek kilang terbesar ini  sudah dapat dikerjakan. "Nggak perlu bulan depan, minggu depan juga sudah bisa kok," terangnya.

Sebelumnya, Saudi Aramco berjanji menyediakan investasi hingga USD 6 miliar atau setara Rp 87 triliun untuk proyek revitalisasi kilang tersebut.

Meski demikian, beberapa syarat atau permintaan harus dipenuhi Indonesia terlebih dahulu antara lain seperti perolehan insentif dari pemerintah, tax holiday, lahan, dan penyerahan aset ke anak perusahaan nantinya.

2 dari 2 halaman

Pertamina Gandeng Taiwan Bangun Pabrik Petrokimia USD 6,49 Miliar

Lapangan Asset 2 Prabumulih Field di Sumatera Selatan (Foto: Dok Pertamina EP)

PT Pertamina (Persero) dan China Petroleum Corporation (CPC), Taiwan menandatangani kesepakatan rencana kerjasama pengembangan proyek kompleks Petrokimia senilai USD 6,49 miliar.

Investasi ini merupakan nilai terbesar pada program Investasi BUMN untuk Negeri yang ditandatangani pada  kegiatan Indonesian Investment Forum (IIF) di Bali, Kamis 11 Oktober 2018.

 Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, kerjasama Pertamina dan CPC Taiwan dilakukan dalam bentuk pembangunan pabrik Naphtha Cracker, serta unit pengembangan sektor hilir Petrokimia berskala global di Indonesia.

‎Pabrik tersebut nantinya dapat menjadi pengganti impor, sehingga berpotensi menghemat devisa negara hingga USD2,4 miliar per tahun.

"Kami mengapresiasi penandatanganan investasi ini. Kerjasama yang saat ini dilakukan merupakan komitmen kita bersama dalam upaya mengurangi impor,” kata Rini, di Jakarta, Jumat (12/10/2018).

Melalui pembangunan pabrik, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menambahkan, Pertamina akan melakukan Revamping Kilang lama, serta membangun Petrokimia secara terintegrasi.

Framework Agreement ini dilakukan guna meningkatkan yield of valuable product dari produk-produk turunan yang dihasilkan kilang Pertamina. Kerjasama ini menjadi momentum untuk memperkuat bisnis Petrokimia Pertamina,” jelasnya.

Proyek ini diharapkan mulai beroperasi tahun 2026 dengan skema joint venture antara Pertamina, CPC Taiwan, dan beberapa mitra hilir potensial lainnya. Pabrik Naphtha Cracker diharapkan akan memproduksi paling sedikit satu juta ton ethylene per tahun dan membangun unit hilir yang akan memproduksi produk turunan kilang lainya untuk memenuhi kebutuhan industri di Indonesia.

CPC Taiwan merupakan perusahaan milik negara Taiwan yang bergerak di bidang suplai produk perminyakan, raw and natural material untuk petrokimia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya