Wasekjen Golkar: Jangan Jadikan Mega Alasan Tak Gabung ke Jokowi

Megawati dinilai tidak terlalu resisten kalau ada orang mau bergabung dengan koalisi Jokowi.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jul 2018, 17:06 WIB
Presiden RI Joko Widodo berbincang dengan Presiden ke 6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono jelang Upacara HUT Kemerdakaan RI ke 72 di Istana Merdeka, Kamis (17/8). (Liputan6.com/via Anung Anindhito)

Liputan6.com, Jakarta - Partai Golkar tak setuju dengan pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebut salah satu hambatan untuk bergabung dalam koalisi parpol pendukung Joko Widodo atau Jokowi karena hubungannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak harmonis.

Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Sarmuji tak setuju dengan tafsiran tersebut. Sebab parpol pendukung Jokowi bukan hanya PDIP.

"Di dalam koalisi bukan hanya PDIP, bukan hanya Bu Mega. Jadi jangan Bu Mega sebagai alasan untuk tidak bergabung, karena masih ada lima parpol lain yang membukakan pintu," ujar dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (26/7/2018).

"Dan Bu Mega pun saya yakin tidak terlalu resisten lah kalau ada orang mau bergabung dengan koalisi Pak Jokowi," sambung dia.

Sarmuji mengatakan, parpol pendukung Jokowi termasuk Golkar membuka ruang untuk Demokrat bila ingin bergabung.

"Kita sedang membukakan pintu, tapi begitu pintu setengah terbuka Pak SBY menafsirkan pintu setengah itu (sudah) tertutup. Berbeda perspektif, mungkin itu perasaannya Pak SBY saja," ucapnya.

Sarmuji memandang mantan Presiden RI ke-6 tersebut terlalu berlebihan menafsirkan karena karakternya yang halus.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Pernyataan SBY

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui hubungannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama ini baik-baik saja. Bahkan SBY mengaku enam bulan belakangan menjalin komunikasi yang intensif dengan Jokowi.

SBY menjelaskan hubungan baiknya dengan Jokowi sudah terjalin sejak 2014. Saat itu, Jokowi baru saja terpilih menjadi Presiden. Jokowi saat itu menawarkan kepada SBY agar Partai Demokrat masuk koalisi pendukungnya di pemerintahan.

"Saya jawab barangkali tidak tepat bapak karena di pilpres (2014) Demokrat tidak mengusung Pak Jokowi maupun Prabowo. Waktu itu Demokrat membuat konvensi capres, tapi tidak berhasil. Lalu kami putuskan tidak mengusung capres. Rasanya Pak Jokowi kalau kami ada di dalam (pemerintahan) tidak tepat," kata SBY dalam jumpa pers di kediamannya, Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (25/7/2018).

Kemudian pada 2015, SBY mengaku sempat menemui Jokowi di Istana. Saat itu SBY mengundang Jokowi untuk hadir di acara organisasi yang dipimpinnya Global Green Growth Institute (GGGI). Dalam pertemuan itu, Jokowi kembali menawarkan Demokrat untuk bergabung.

"Semangatnya baik. Saya mengetahui Pak Jokowi sungguh-sungguh mengajak Demokrat koalisi di pemerintahan. Kalau ada yang bilang SBY kena PHP, tidak. Pak Jokowi sungguh-sungguh ajak kami ke dalam," katanya.

SBY mengaku Jokowi memastikan parpol koalisinya akan menerima jika Demokrat masuk ke dalam koalisi. Kepastian itu ia minta lantaran hubungannya dengan Megawati masih memiliki jarak.

"Setiap bertemu Pak Jokowi, saya bertanya, apakah kalau Demokrat berada di koalisi, partai koalisi bisa terima kehadiran kami. Beliau menjawab ya bisa, karena presidennya saya. Itu terus terang merupakan pertanyaan saya. Karena melihat realitas hubungan Ibu Mega dengan saya belum pulih, jadi masih ada jarak, masih ada hambtan," kata SBY.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya