Rupiah Terus Melemah, Sri Mulyani akan Evaluasi Kebutuhan Impor

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan, pemerintah akan mengupayakan agar Rupiah dapat menguat kembali.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Jul 2018, 19:05 WIB
Teller menukarkan mata uang dolar ke rupiah di Jakarta, Jumat (2/2). Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang berada di level Rp13.700 hingga Rp13.800.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih terus terjadi meskipun Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin menjadi 5,25 persen. Hari ini nilai tukar Rupiah rata-rata berada pada level Rp 14.400 per USD.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani  memastikan, pemerintah akan mengupayakan agar Rupiah dapat menguat kembali. Salah satunya memperkecil defisit transaksi berjalan melalui pengurangan impor. Sebab, impor Indonesia dalam beberapa bulan terakhir masih lebih kecil dibanding jumlah ekspor.

"Saat yang sama mulai meneliti kebutuhan impor, apakah itu memang betul-betul yang dibutuhkan untuk perekonomian Indonesia dan secara selektif akan meneliti siapa yang membutuhkan. Apakah itu dalam bentuk bahan baku ataupun bahan modal. Dan apakah betul-betul strategis untuk menunjang kegiatan ekonomi dalam negeri," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (3/7/2018).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil langkah memperkecil defisit transaksi berjalan.

Adapun sektor yang akan digenjot dalam beberapa bulan ke depan selain impor adalah pariwisata. Target pemerintah hingga akhir tahun, defisit hanya berada 2,5 persen terhadap PDB.

"Kita bersama BI dan OJK melakukan koordinasi bagaimana meningkatan CAD menjadi lebih mengecil dengan mendukung ekspor dan pariwisata berbagai kegiatan yang bisa menghasilkan devisa bagi negara," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Ingin Rupiah Stabil, Pemerintah Diminta Adopsi Ideologi Pancasila dalam Sistem Ekonomi

Teller menunjukkan mata uang dolar di Jakarta, Jumat (2/2). Dengan nilai tersebut posisi nilai tukar rupiah sudah masuk level undervalued, atau telah keluar dari level fundamentalnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah dalam beberapa hari belakangan terus mendapat tekanan dari sentimen global. Rapuhnya rupiah dinilai tidak terlepas dari sistem ekonomi Indonesia yang kurang dalam.

Menurut Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta, kurang dalamnya ekonomi Indonesia akibat mulai memudarnya aplikasi ideologi Pancasila di dalam sistem ekonomi Indonesia.

Dia menilai, jika sistem ekonomi ini mengadopsi ideologi Pancasila maka kekuatan ekonomi negara ini tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang-orang konglomerat.

"Pancasila ini harus diaplikasikan ke sistem ekonomi, maka kemudian kita nggak mudah ada problematika mengenai rupiah seperti belakangan ini," terang Arif dalam Seminar Nasional: Ekonomi Pasar Pancasila: Jalan Baru Ekonomi Indonesia di Hotel Le Meridiean, Jakarta, Selasa (3/7/2018).

Dia menyarakan, ekonomi Indonesia ini harus merata, salah satunya dengan meningkatkan peran koperasi sebagai agen masyarakat untuk mendapat akses pembiayaan.

"Memang negara ini punya BUMN, tapi itu biasa-biasa saja, itu kekuatannya juga tidak lebih besar dari 40 orang terkaya di Indonesia," kata dia.

Tidak hanya langsung dari pemerintah, peningkatan peran koperasi ini juga harus dilakukan oleh BUMN dengan sistem pendampingan.

Dengan terus meningkatnya peran koperasi di masyarakat maka aktivitas ekonomi akan lebih merata, dan tidak terlalu tergantung dengan dolar AS.

"Makanya dalam diskusi ini kita coba ingatkan kembali hal ini, supaya tidak kebablasan," pungkas dia. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya