Ini Alasan Rupiah Terkapar hingga 14.300 per Dolar AS

Mengutip Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), Kamis (28/6/2018), rupiah dipatok di angka 14.271 per dolar AS

oleh Merdeka.com diperbarui 28 Jun 2018, 20:19 WIB
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan hingga menyentuh Rp 14.300 per dolar AS. Meskipun BI telah mengeluarkan kebijakan moneter dan intervensi pasar, rupiah terus mengalami tekanan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, pelemahan rupiah disebabkan oleh tekanan global setelah perang dagang AS-China terus berlanjut. Selain itu, rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) juga turut menghempas nilai tukar rupiah.

"Rupiah melemah karena besarnya tekanan global setelah perang dagang AS China berlanjut, ekspektasi kenaikan Fed rate 4 kali tahun ini dan kenaikan harga minyak karena Trump serukan boikot impor minyak dari Iran. USD index langsung loncat ke 95. Artinya dolar AS menguat terhadap mata uang dominan lainnya," ujar Bhima di Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Kondisi ini pun diperparah oleh data-data ekonomi dalam negeri yang tidak menunjukkan perbaikan dari bulan-bulan sebelumnya. Salah satunya defisit neraca perdagangan pada Mei 2018 sebesar USD 1,52 miliar.

"Sayangnya dari dalam negeri data-data ekonomi dibawah ekspektasi. Misalnya neraca perdagangan Mei kembali defisit di USD 1,52 miliar, defisit transaksi berjalan melebar dan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2018 beberapa lembaga dikoreksi turun sulit tembus 5,4 persen," jelasnya.

Hal ini kemudian membuat pelaku pasar melakukan aksi jual di bursa saham dan pasar surat utang. Untuk itu, dia merekomendasikan kenaikam kembali suku acuan Bank Indonesia sebesar 50 basis poin untuk menahan dana keluar.

"Itu yang membuat pelaku pasar melakukan net sales atau aksi jual di bursa saham dan pasar surat utang. Jadi efek kenaikan bunga acuan besok pun sangat kecil dampaknya dan lebih temporer kecuali ada surprise naiknya 50 bps mungkin dana asing akan tertahan," jelas Bhima.

Reporter: Anggun P. Situmorang

SUmber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Langkah yang Harus Dilakukan

Petugas memperlihatkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Mengutip Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), Kamis (28/6/2018), rupiah dipatok di angka 14.271 per dolar AS.

Research Analyst FXTM, Lukman Otunuga, menjelaskan, ketegangan sektor perdagangan global dan prospek kenaikan suku bunga AS adalah kombinasi mematikan bagi mata uang pasar berkembang.

"Rupiah sangat melemah terhadap dolar AS yang secara umum menguat pada perdagangan hari Kamis," kata dia.

Dolar AS sangat terangkat oleh prospek kenaikan suku bunga Bank Sentral AS dan ketidakpastian geopolitik sehingga selera terhadap mata uang berisiko pun melemah.

"Rupiah tetap terancam terus melemah," kata dia.

Perhatian investor akan tertuju pada rapat kebijakan Bank Indonesia yang akan diumumkan pada Jumat besok untuk melihat apakah BI akan kembali meningkatkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin lagi.

Perlu diperhatikan bahwa Bank Indonesia telah melakukan dua kali kenaikan suku bunga di Mei sebagai upaya untuk menyelamatkan rupiah dari apresiasi dolar serta menarik arus masuk modal.

Karena depresiasi rupiah terutama terjadi karena faktor eksternal, BI mungkin memperketat kebijakan lagi untuk membantu mata uang domestik.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya