KPK Tetapkan Bupati Purbalingga Tasdi Tersangka Suap Pembangunan Islamic Center

Selain Bupati Tasdi, KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 05 Jun 2018, 21:41 WIB
Bupati Purbalingga Tasdi mengacungkan salam saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (5/6). Tasdi terjaring Operasi Tangkap Tangan KPK bersama lima orang lainya yakni sejumlah pejabat daerah Purbalingga dan pihak swasta. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Purbalingga Tasdi sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan Purbalingga Islamic Center. Penetapan dilakukan usai memeriksa 1x24 jam pasca operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin 4 Juni 2018.

"KPK meningkatkan status penangan perkara ke tingkat penyidikan," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (5/6/2018).

Selain Bupati Tasdi, KPK juga menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka. Hadi Iswanto selaku Kabag ULP Pemkab Purbalingga, dan tiga pihak swasta, Hamdani Kosen, Librata Nababan, dan Ardirawinata Nababan.

Bupati Tasdi diduga menerima uang Rp 100 juta dari pemenang proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap dua tahun 2018 dengan nilai proyek Rp 22 miliar.

"Diduga pemberian uang tersebut bagian dari komitmen fee sebesar 2,5 persen dari total nilai proyek, yaitu Rp 500 juta," kata dia.

Saut mengatakan, proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center merupakan program multi years yang dikerjakan selama 3 tahun sejak 2017 hingga 2019 senilai total Rp 77 miliar.

"Tahun Anggaran 2017 sekitar Rp 12 miliar, Tahun Anggaran 2018 sekitar Rp 22 miliar, dan Tahun Anggaran 2019 sekitar Rp 43 miliar," kata Saut.

Dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan, KPK menyita uang sebesar Rp 100 juta dan mobil Avanza yang digunakan Hadi Iswanto saat menerima uang.

Sebagai pihak penerima suap, Bupati Tasdi dan Hadi Iswanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pihak pemberi, Hamdani, Librata, dan Ardiawinata dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya