Ketua Umum PPP Ungkap Dalang dan Asal Mula Jokowi Difitnah Pro Komunis

Romi mengaku mengetahui hal ini karena pada saat itu ia menjadi Wakil Ketua Bidang Strategi Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, dan diminta mengoreksi materi tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Apr 2018, 05:15 WIB
Presiden Jokowi dan Ketum PPP Romahamurmuziy berada di Pondok Pesantren Salafiyah Safi'iyah Sukorejo, Jatim, Sabtu (3/2). Jokowi menghadiri Dzikir dan Doa untuk Bangsa dalam Rangka Peringatan Haul Majemuk Masyayikh. (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpres)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy bercerita awal mula Presiden Joko Widodo atau Jokowi dilabeli pro komunis. Opini tersebut dikembangkan pertama kali lewat tabloid Obor Rakyat pada Pemilu Presiden 2014 lalu.

Menurut Romahurmuziy atau Romi, tabloid Obor Rakyat itu dibuat pendukung Prabowo, dimana pada edisi pertama berisi materi yang menyebut Jokowi adalah keturunan Tionghoa dan aktivis PKI.

Romi mengaku mengetahui hal ini karena pada saat itu ia menjadi Wakil Ketua Bidang Strategi Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, dan diminta mengoreksi materi tersebut.

Namun, Romi saat itu menolak materi edisi pertama Obor Rakyat tersebut karena mengandung fitnah.

"Bahkan edisi pertama Obor Rakyat itu yang diminta mengkoreksi adalah saya. Karenanya saya bisa cerita apa adanya. Ini bukan hoax, ini fakta. Tapi saat diminta mengkoreksi edisi pertama Obor Rakyat saya menolak," kata Romi di Munas Alim Ulama PPP di Hotel Patrajasa, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (13/4/2018).

Tapi, ucap Romi, pembuat Obor Rakyat itu tidak terkait atau berada dalam struktur tim pemenangan Prabowo-Hatta. Oknum pembuat Obor Rakyat hanya pendukung fanatik Prabowo.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 3 halaman

Dua Kubu

Presiden Joko Widodo didampingi Ketum PPP Romahamurmuziy dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo tiba di Pondok Pesantren Salafiyah Safi'iyah Sukorejo, Jawa Timur, Sabtu (3/2). Jokowi dan Romi tampak mengenakan sarung. (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpres)

Dia menyebut, tim pemenangan Prabowo-Hatta saat itu terdiri dari dua kubu. Yakni, kubu yang menyampaikan pikiran-pikiran produktif, dan kubu yang menyampaikan pikiran-pikiran provokatif. Pembuat Obor Rakyat disebut salah satu kelompok yang provokatif.

"Tentu dalam pemenangan Pak Prabowo waktu itu banyak faksi. Ada yang resmi, ada yang tidak resmi," terang Romi.

Saat itu, Romi mengingatkan bahwa edisi pertama Tabloid Obor Rakyat yang mengaitkan Jokowi dengan PKI itu berpotensi melanggar hukum. Apalagi, jika Prabowo kalah dalam pertarungan melawan Jokowi di Pilpres.

Tabloid itu, kata Romi, akhirnya diproduksi 1 juta eksemplar dikirim ke 28.000 pesantren serta ke 724.000 masjid seluruh Indonesia. Masyarakat tidak tahu dan termakan fitnah yang dibuat Obor Rakyat.

Di tahun politik saat ini, Romi mengaku kembali ditanya oleh para kader soal alasan PPP mengusung Jokowi padahal kerap disebut mesra dengan PKI. Romi menegaskan, isu tersebut adalah fitnah dan rekayasa.

"Saya katakan dan saya tegaskan bahwa urusan prokomunis itu adalah betul-betul sebuah fitnah dan hoax," tegas Romi.

 

3 dari 3 halaman

Kenal Jokowi

Presiden Jokowi (kanan) bersama Rais Am PBNU KH Ma'ruf Amin (tengah) melihat-lihat Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara saat meresmikan Bank Wakaf Mikro di Serang, Banten, Rabu (14/3). (Liputan6.com/Pool/Biro Setpres)

Romi sendiri mengaku telah lama mengenal Jokowi. Isu pro PKI itu tidak pernah muncul saat Jokowi menjabat sebagai Wali Kota Solo selama 2 periode. Bahkan, isu itu tidak juga muncul pada saat Jokowi maju di Pilgub Jakarta 2012 lalu.

"Mengapa? Karena ketika Pak Jokowi diusung jadi Wali Kota Solo dua periode, tidak pernah ada isu demikian. Bahkan partai yang sama juga mengusung Pak Jokowi pada Pilgub 2012 tidak muncul isu demikian," klaimnya.

Romi menegaskan, PPP saat ini menginginkan kontestasi Pilpres 2019 bebas dari ujaran kebencian dan fitnah antar kubu pendukung calon presiden.

"Bertarunglah secara bermartabat dan beradab. Karena sesungguhnya kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang mampu memimpin bangsa ini tanpa caci maki dan hinaan. Kita membutuhkan pemimpin yang berjiwa besar dan berhati lapang," tandas Romi.

Reporter: Renald Ghiffari

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya