Studi di Jepang: Bermain Lego Bisa Buat Anak Berkuliah di Kampus Elite

Sebuah studi mengklaim bahwa lego mampu mempersiapkan anak-anak Jepang menjadi priyayi elite dengan berkuliah di universitas terkenal.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 25 Mar 2018, 18:02 WIB
Sebuah menara LEGO sedang dibangun untuk mencoba memecahkan rekor dunia di Lapangan Rabin di Tel Aviv, Israel, Rabu (27/12). Menara setinggi 36 meter juga bertujuan untuk memecahkan Guinness World Record. (AFP Photo/Jack Guez)

Liputan6.com, Tokyo - Lego adalah mainan kuno yang pertama kali resmi diluncurkan hampir 60 tahun yang lalu, dan hingga kini, masih terus diproduksi.

Anak-anak dan orang dewasa dari berbagai generasi sejak saat itu telah bermain dengan Lego.

Lego dirancang untuk dapat mereplika hal-hal menakjubkan seperti kastil, patung-patung seukuran manusia, dan bahkan bangunan lain. Tak ada batasan untuk mencipta menggunakan Lego, terkecuali kreativitas masing-masing individu, 

Akan tetapi, Lego bukan hanya untuk bersenang-senang. Menurut sebuah penelitian yang dirilis oleh Lego Jepang pekan lalu, Lego disebut bisa mempersiapkan anak-anak Negeri Sakura untuk berkuliah di kampus elite. Kok bisa?

Dikutip dari Japan Today pada Minggu (25/3/2018), studi itu mewawancarai 100 lulusan dari masing-masing enam universitas paling elite di Jepang (Universitas Tokyo dan Waseda, Keio, Hosei, Meiji, dan Rikkyo).

Pertanyaan wawancara seputar tentang kebiasaan masa kecil mereka dan bagaimana mereka berpikir sehingga mempengaruhi perkembangan mereka.

Rupanya, lebih dari 60 persen lulusan dari masing-masing universitas mengklaim telah bermain dengan Lego saat masih anak-anak.

Sementara itu, lebih dari 92 persen di antaranya yang bermain dengan Lego mengatakan bahwa mereka tidak menggunakan instruksi saat bermain, dan menciptakan sesuatu murni menggunakan otak masing-masing.

Selanjutnya, ketika ditanya bagaimana mereka berpikir Lego meningkatkan perkembangan otak mereka, lebih dari separuh responden mengklaim bahwa mainan itu meningkatkan konsentrasi, organisasi spasial, dan kreativitas.

Pakar pendidikan cenderung setuju dengan simpulan riset tersebut.

Kritikus pendidikan Yukio Ishikawa memuji Lego sebagai sesuatu yang baik untuk imajinasi dan kreativitas, dan mengklaim bahwa mainan itu juga meningkatkan proses pemecahan masalah. Karena, anak-anak dipaksa untuk berpikir tentang bagaimana membangun apa yang mereka lihat di mata batin mereka.

Jurnalis pendidikan, Toshimasa Oota, menambahkan bahwa Lego juga memberikan stimulus yang berharga bagi imajinasi dan semangat penyelidikan, yang kurang didapat di pekerjaan rumah dari sekolah biasa.

Aktivis pendidikan ternama dan ibu empat anak, Sato-mama, yang anak-anaknya  lulus ujian masuk Universitas Kedokteran Tokyo, mengatakan dia mengizinkan anak-anaknya bermain dengan Lego sejak usia dua tahun. Dia mengklaim itu baik untuk perkembangan otak mereka karena mereka bisa bermain dengan tangan mereka dan menyentuh blok dengan jari-jari mereka.

2 dari 2 halaman

Studi Masih Perlu Dibuktikan

Keren, Toyota Camry Ini Dibangun dari Setengah Juta Lego (foto: Paultan)

Meski demikian, penelitian ini tidak membuktikan sebab-akibat, hanya korelasi. Sehingga perlu dibuktikan lebih lanjut.

Studi yang dilakukan oleh Lego Jepang ini juga belum menyurvei siswa di universitas lain atau korelasi antara penggunaan Lego masa kanak-kanak dan tingkat kelulusan sekolah menengah, sehingga hasilnya tidak dapat dibandingkan dengan demografi lainnya, yang membuatnya sulit untuk membuat kesimpulan yang pasti.

Namun demikian, korelasinya menarik, dan itu bisa berarti bahwa bermain dengan Lego dapat mendorong kapasitas mental anak Anda untuk mampu bersaing dengan rekan-rekannya dalam jangka panjang.

Tidak ada yang salah dengan membiarkan anak Anda bermain dengan Lego (kecuali mungkin mereka menginjak salah satu baloknya), dan Anda tidak dapat menyangkal bahwa membangun Lego memang membutuhkan tingkat kreativitas tertentu.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya