BPH Migas Tegaskan Tak Ada Kelangkaan BBM

BPH Migas menyatakan kuota bahan bakar minyak (BBM) masih cukup apalagi kuota bahan bakar minyak baru terpakai tiga bulan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Mar 2018, 10:00 WIB
Pengendara mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Jumat (2/2). Kenaikan harga minyak dunia berpotensi mendorong inflasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menegaskan, tidak ada kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) lantaran kuota masih mencukupi.

Anggota Komite BPH Migas M Ibnu Fajar mengatakan, berdasarkan pantauan BPH Migas di lapangan memang ditemukan keluhan masyarakat dalam mendapatkan Premium pada beberapa wilayah, tetapi bukan seluruh jenis BBM mengalami kelangkaan.

"Tidak ada kelangkaan BBM, yang terjadi hanya premium saja," kata Ibnu, di Jakarta, Kamis (8/3/2018).

Ibnu menjelaskan, kuota Premium mencapai 7,5 juta kilo liter (kl) pada 2018, sedangkan realisasi konsumsi Premium pada tahun lalu 7 juta kl dengan kuota 12,5 juta kl. Hal ini menandakan kuota Premium masih cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

‎"Kemudian BPH Migas menetapkan 7,5 juta kl buat kuota 2018. Berdasarkan realisasi tahun lalu ini masih di atas," tutur Ibnu.

Ibnu menilai, sangat tidak masuk akal jika kuota Premium saat ini telah habis. Lantaran kuota tersebut baru digunakan dalam kurun waktu tiga bulan.

"Apalagi ini tahun berjalan baru tiga bulan, jadi sangat tidak masuk akal kalau terjadi kelangkaan BBM," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Dua Indikasi Penyebab

Seorang pengendara menunggu untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Jumat (2/2). Angka inflasi bisa lebih tinggi lagi jika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Anggota Komite BPH Migas Hendry Ahmad mengungkapkan, BPH Migas telah terjun ke lapangan menyikapi keluhan masyarakat yang mengalami kesulitan dalam memperoleh Premium di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Dari kegiatan tersebut ditemukan dua indikasi penyebab pertama kesulitan masyarakat ‎mendapatkan Premium. Pertama, ada aksi pengitiran atau mengurangi pasokan Premium yang dilakukan PT Pertamina (Persero) agar kuotanya cukup hingga akhir tahun.

"Indikasi di lapangan, ada dua mereka kurangi pasokan supaya cukup," kata Hendry.

Hendry melanjutkan, indikasi kedua adalah pengu‎saha SPBU yang lebih memilih menjual BBM nonsubsidi seperti Pertalite dan Pertamax ketimbang Premium. Hal ini karena keuntungannya jauh lebih besar. Kondisi ini membuat ketersediaan Premium di SPBU minim, sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan Premium.

‎"Kedua karena SPBU sendiri, margin Premium lebih kecil dibanding Pertamax pertalite. Peremium Rp 280 per liter, Pertamax pertaite Rp 400 per liter, karena margin lebih besar ‎dari Premium mereka menebus Pertalite saja," ujar dia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya