Lebih Untung, Warga RI di Perbatasan Papua Nugini Rela Terima Mata Uang Kina

Banyak warga Papua Nugini yang melakukan transaksi menggunakan mata uang kina sehingga mau tidak mau warga RI menerimanya.

Oleh KabarPapua.co diperbarui 03 Mar 2018, 05:05 WIB
Pengojek di perbatasan RI-PNG, di Skouw. (KabarPapua.co/Syahriah)

Jayapura - Penduduk Indonesia rupanya belum semuanya menggunakan mata uang rupiah sebagai alat bertransaksi. Seperti pengojek motor di wilayah perbatasan Republik Indonesia dan Papua Nugini (RI-PNG) di Skouw, masih menggunakan kina, mata uang Papua Nugini dalam bertransaksi.

"Walau tahu ada aturannya, tapi ini bukan tak mentaatinya. Hanya saja, rata-rata penumpang yang menggunakan jasanya membayar dengan uang kina," kata salah satu pengojek motor Perbatasan RI-PNG di Skouw, Wesli Nalli, kepada Kabarpapua.co, belum lama ini.

Menurut Wesli, penumpang kebanyakan dari PNG yang membayarnya masih menggunakan mata uang kina.

"Saya terima saja, tapi setelah itu ditukar di loket penukaran uang asing," jelasnya.

Wesli mengugkapkan pendapatan dari hasil mengojek motor di perbatasan RI-PNG di Skouw cukup besar, apabila dikonversi ke mata uang rupiah menjadi Rp 7.000 untuk dua kina.

"Pada hari pasar yakni Selasa, Kamis, dan Sabtu, hasilnya lebih banyak lagi, biasanya pendapatan saya bisa mencapai 100 kina atau Rp 350 ribu apabila ditukar ke rupiah," kata Wesli.

Baca berita menarik lain Kabarpapua.co.id di sini.

Simak video pilihan berikut ini:

 

 

2 dari 2 halaman

Ada Sanksi

Ilustrasi dana BLT

Manager Tim Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Provinsi Papua, Yon Widiyono mengakui, transaksi menggunakan mata uang kina di perbatasan RI-PNG, Skouw masih cukup tinggi, padahal secara ketentuan harus menggunakan rupiah.

Penggunaan mata uang rupiah dalam wilayah NKRI, kata Yon, telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI.

Untuk itu, kata Yon, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi agar warga yang ada di perbatasan RI-PNG ini memahami peraturan itu sebelum ditegakkan pertengahan 2018.

"Sebab jika sudah diberlakukan, ada sanksi pelanggarnya," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya