Kritik UU MD3, Dewan Pers: Kebebasan Pers Makin Terbatas

Ada dua pasal yang dipersoalkan Dewan Pers. Keduanya bersinggungan dengan kerja jurnalistik.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 15 Feb 2018, 21:12 WIB
Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo saat memberikan kata sambutan pada deklarasi berdirinya Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Jakarta, Selasa (18/4/2017). (Liputan6.com/Agustin Setyo Wardani)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pers menilai UU MD3 dan Revisi RKUHP membuat kebebasan pers semakin terbatas. Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menyatakan, dalam UU MD3, pers terpenjara sehingga tak lagi punya keleluasaan untuk mengkritik legislatif.

"Karena memasukkan pasal imunitas dan kewenangan lebih DPR mengkriminalkan siapa saja pengkritik yang merendahkan parlemen," ujarnya pada diskusi di Gedung Dewan Pers, Kamis (15/2/2018).

Yosep mengaku heran dengan adanya UU MD3. Menurutnya UU tersebut seharusnya hanya mengikat anggota Dewan saja.

"Saya juga bingung ini ada UU MD3 yang sebetulnya hanya mengikat di internal DPR tidak boleh kan dia mengatur TNI Polri, termasuk wartawan. ini kok bisa mengancam pihak luar di DPR?" kata dia

Yosep menegaskan, DPR seharusnya melibatkan pakar-pakar atau Dewan Pers yang benar-benar paham isu saat merevisi UU tersebut. Dengan demikian, DPR tidak asal mengesahkan menjadi undang-undang.

"Pertanyaanya apakah tim pembuat UU (MD3) ini tidak melibatkan tim yang paham betul tentang kemederkaan pers, dan paham betul naskah UU bagaimana seharusnya dibuat," ujarnya.

 

2 dari 2 halaman

Rawan Gugatan

Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, bersama Direktur Siber Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Fadli Imran saat menjadi pembicara diskusi Deklarasi Resmi Asosiasi Media Siber Indonesia, Jakarta, Selasa (18/4). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selain itu, undang-undang tersebut juga rentan mendapat gugatan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Yosep, Dewan Pers menemukan sebanyak 17 pasal, yang dinilai perlu dikaji ulang oleh DPR.

Yosep menyebut, dalam pembahasannya, Dewan Pers sudah mengusulkan untuk menambah redaksional terhadap rumusan-rumusan Pasal 771 dan 772 itu tentang pengecualian terhadap produk jurnalistik. Dua pasal itu yang mengatur soal penerbitan dan percetakan.

Saksikan video pilihan di bawah ini

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya