4-12-1959: Pengampunan untuk Kaisar Terakhir China yang Tragis

Hari ini, 58 tahun yang lalu, kaisar terakhir China mendapat pengampunan dari pemerintah Republik Rakyat Tiongkok.

oleh Rasheed Gunawan diperbarui 04 Des 2017, 06:00 WIB
Kaisar Pu Yi (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Beijing - Hari ini, 58 tahun yang lalu, kaisar terakhir China mendapat pengampunan dari pemerintah Republik Rakyat Tiongkok.

Beijing mengampuni salah satu kesalahan terbesar sang kaisar, yakni pernah bersekongkol dengan Jepang yang berujung pada penjajahan Negeri Tirai Bambu oleh Negeri Sakura.

Sejak Sebelum Masehi, sebelum Tiongkok modern terbentuk Negeri Tirai Bambu berbentuk Dinasti dan Kekaisaran. Mulai Abad 20, tepatnya 1 Oktober 1949, China bertransformasi menjadi negara republik komunis, disebut Republik Rakyat China (RRC).

Sebelum bertransformasi, negeri tirai bambu ini dipimpin oleh Kaisar terakhir bernama Pu Yi.

Namun kekuasaan Pu Yi tak benar-benar mutlak. Bahkan pria bernama lengkap Henry Pu Yi ini hanya menjadi kaisar boneka. Di dalam istana berkuasa. Tapi di luar istana, tak tahu menahu apa yang terjadi. Pemerintahan sesungguhnya dikuasai oleh sejumlah pejabat istana yang saling berebut kuasa dan intrik.

Pu Yi merupakan kaisar China yang hidupnya tragis. Demikian seperti dikutip dari historytoday.com, Senin (4/12/2017).

Seharusnya berkuasa seperti raja, tapi malah terbenggu di dalam istana. Ia mulai diangkat sebagai kaisar sejak masih sangat kecil, usia 2 tahun, menjadi kaisar terakhir Dinasti Manchu.

Selama di dalam istana, Pu Yi memang hidup berlimpah harta, penuh kemewahan, dan berkuasa bak raja. Untuk makan saja, ia tinggal memilih dari 35 menu yang sudah disediakan sang kasim, pelayan yang memasak. Tapi faktanya ia hanya bisa memilih satu sampai dua menu saja yang bisa dimakan.

Semua orang di istana harus hormat, melakukan ekstra sopan-santun dan membungkuk di hadapan Kaisar Pu Yi. Ke manapun ia pergi, maka iring-iringan budak dan prajurit selalu siap membuntuti.

Total 2.790.000 ons emas untuk memenuhi kebutuhan sang kaisar selama tiga tahun. Masyarakat tak protes penghamburan kemewahan itu, lantaran bagi mereka, kaisar adalah Dewa Langit. Terlebih, warisan kekayaan dari leluhur sungguh-sungguh tak terhitung.

Orang-orang terdekat Kaisar, seperti Ibu Suri, para Selir Agung, para tutor (guru pengajar), serta para pejabat penting di istana, semua memasang perangkap. Nuansa hidup seperti ini yang membuat karakter Sang Kaisar menjadi individu pemberang, pencuriga, senang menyiksa bawahan, dan terperangkap oleh “api dendam”.

Sejatinya, para orang terdekat tersebut bisa menjaga kekuasaan Kaisar Pu Yi. Tapi karena pada sibuk memikirkan posisinya masing-masing, kekuasaan Pu Yi dilucuti kelompok republik. Kaisar terusir dari Istana dan pergi ke Manchuria.

Selama di tempat pelarian, Pu Yi bertekad untuk merebut kembali kekuasaan. Melakukan restorasi, menghidupkan kembali monarki, alias rezim ke-Kaisaran. Ia mengambil tindakan culas dan penuh risiko dengan bekerja sama dengan Kekaisaran Jepang.

Jepang yang saat itu tengah mengincar kekuasaan di China, memanfaatkan Pu Yi untuk melakukan penjajahan di negeri tiongkok. Pu Yi memang mendapat tempat yang terhormat di tanah Jepang. Kaisar Jepang Hirohito begitu menghormati Pu Yi dengan jamuan spesial, tapi itu hanya intrik saja. Dan Jepang pun berkuasa di china.

Pada pertengahan tahun 1945, Jepang hengkang dari China karena kalah dari Perang Dunia II. Kemudian nasib Pu Yi menjadi pesakitan. Statusnya dilucuti sebagai orang biasa, dan menjadi “tawanan” serta diasingkan di Rusia —-selama tujuh tahun. Pu Yi kemudian diserahkan ke rezim Komunis China di bawah pimpinan Mao. Ia masuk penjara dan wajib mengikuti belajar 'menjadi komunis'.

Komunis memberlakukan metode cuci otak, untuk mereformasi pikiran orang-orang feodal menjadi komunis sejati. Di sinilah ia kehilangan segalanya. Anak buah, keluarga, dan para pelayannya berbalik menjadi musuh. Di dalam penjara, ia menjadi objek hinaan dan pelecehan.

Betapa miris. Seorang Kaisar yang dulunya terbiasa dilayani, tiba-tiba harus mencuci baju sendiri, mengambil makanan sendiri. Dan untuk semua itu, ia hanya menjadi objek tertawaan dan olok-olok. Semuanya bersumber dari satu hal: ia memang tak bisa mencuci.

Pu Yi kemudian ditugaskan untuk bekerja di Kebun Botani Beijing. Hingga akhir hayatnya pada 1964, ia bekerja sebagai seorang editor untuk departemen literasi Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China (Chinese People's Political Consultative Conference/CPPCC) dengan gaji bulanan sekitar 100 yuan. Kisah Pu Yi ini dituangkan dalam film berjudul The Last Emperor.

Pada 1977, pesawat Malaysia Airlines Penerbangan 653 dibajak dan jatuh di Kampong Ladang, Tanjong Kupang. 100 Orang di dalamnya tewas seketika, jasad mereka sulit diidentifikasi.

Termasuk yang kehilangan nyawa adalah Menteri Pertanian Malaysia, Dato' Ali Haji Ahmad, Kepala Departemen Pekerjaan Umum Malaysia, Dato' Mahfuz Khalid, dan Duta Besar Kuba untuk Jepang, Mario Garcia. Sementara, 4 Desember 1872 dicatat dalam sejarah sebagai momentum munculnya kapal hantu Mary Celeste.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya