Donald Trump: Kim Jong-un 'Orang Gila' dengan Senjata Nuklir

Kepada Rodrigo Duterte, Donald Trump menyebut pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sebagai 'orang gila dengan senjata nuklir.'

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 24 Mei 2017, 20:00 WIB
Presiden AS Donald Trump berdoa di Tembok Ratapan, tempat suci milik kaum Yahudi, di Yerusalem, Senin (22/5). Trump yang menganut Kristen Protestan, adalah presiden AS pertama yang mempunyai anggota keluarga inti orang Yahudi. (AP Photo/Evan Vucci)

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sebagai 'orang gila dengan senjata nuklir.' Hal itu diungkapkan oleh Presiden Trump saat berbicara dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte melalui sebuah sambungan telepon.

Sang presiden AS menghubungi Presiden Duterte untuk meminta opininya tentang sang pemimpin Korea Utara dan menanyakan kepada Duterte apakah Kim Jong-un merupakan orang yang 'stabil atau tidak.'

Kemudian, sang presiden ke-45 AS berujar kepada Rodrigo Duterte bahwa, "Kita tak bisa membiarkan orang gila dengan senjata nuklir bertindak sesuka hati seperti itu. Kita punya banyak persenjataan, lebih banyak dua puluh kali lipat dari yang ia punya, tapi kita tak mau menggunakannya," menurut transkrip pembicaraan Presiden Trump dengan Presiden Duterte, seperti yang diperoleh The Washington Post dan diwartakan oleh Asian Correspondent, Rabu, (24/5/2017).

"Ia terus tersenyum saat sedang meluncurkan sebuah roket. Pikirannya mungkin sedang tak baik dan bisa saja menjadi gila suatu saat," balas Presiden Duterte, menurut sebuah transkrip pembicaraan yang diperoleh The Washington Post dan diwartakan oleh Asian Correspondent.

Menurut The Washington Post seperti yang diwartakan Asian Correspondent, transkrip pembicaraan itu juga berisi ucapan selamat Presiden Trump kepada Presiden Duterte karena telah berhasil melakukan pemberantasan narkotika di Filipina.

Kebijakan perang terhadap narkotika yang diterapkan Duterte sejak menjabat sebagai presiden Filipina menuai banyak protes dari kalangan pegiat hak asasi manusia. Menurut pegiat HAM, sang presiden merupakan pemberi perintah pembunuhan ekstra-yudisial bagi para pelaku peredaran narkotika yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sejak Juni 2016.

"(Presiden Trump) ingin menyelamati Duterte. Aku mendengar kerja luar biasa pada isu narkoba itu. Maka, aku ingin menelpon dan memberitahu tentang itu," tambah Presiden Trump seperti yang dimuat dalam transkrip pembicaraan.

Menurut informan The Washington Post, "Donald Trump tengah mencari dukungan sebanyak mungkin untuk isu Korea Utara dan dukungan regional merupakan suatu hal yang berharga. Ini merupakan cara Trump untuk proaktif mengendalikan situasi sulit."

Transkrip pembicaraan itu juga menyebut bahwa Filipina dan negara ASEAN cemas dengan situasi di Semenanjung Korea serta sulitnya para pemerintah masing-masing negara untuk memprediksi kemungkinan yang akan terjadi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya