Andrew Forrest: 46 Juta Manusia Terjebak dalam Perbudakan Modern

Miliarder Australia bertekad menghapus perbudakan modern. Untuk mewujudkannya, ia menggandeng ulama dari berbagai agama.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 21 Feb 2017, 19:56 WIB
John Andrew Henry Forrest (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun 2009, Andrew Forrest, pendiri sekaligus orang yang pernah menjadi CEO Fortescue Metals Group di Australia berbincang dengan putrinya, Grace.

Sang putri yang kala itu berusia 16 tahun menceritakan pengalaman 'horornya' saat menjadi sukarelawan di sebuah panti asuhan di Nepal.

Kala itu, seorang pejabat pemerintah curiga, panti asuhan itu terkait dengan jejaring penyelundupan seks (sex trafficking) di Timur Tengah. Forrest kemudian menugaskan tim keamanannya untuk menyelidiki.

Ternyata, pejabat tersebut benar. Banyak anak di panti asuhan itu yang raib dari tempat tempat yang seharusnya melindungi mereka, dan kemudian dipaksa terjerumus ke dalam perdagangan seks.

Melihat itu, Forrest kemudian menyelidiki lebih dalam tentang penyelundupan anak dan, belakangan, meluas kepada perbudakan modern di seluruh dunia.

Pada 2011, Forrest memutuskan untuk membasmi perbudakan. Ia mengundurkan diri dari jabatan CEO di Fortesque, walaupun masih menjadi pimpinan non eksekutif. Bersama Nicola, istrinya, ia mendirikan Walk Free Foundation pada 2012.

Sebagai salah satu orang terkaya di Australia, langkah-langkahnya menarik perhatian. Ia kemudian berkeliling dunia untuk menganjurkan para pelaku usaha untuk memikirkan ulang kondisi para pekerjanya.

Menurut Global Slavery Index terbitan ke-3 oleh Walk Free Foundation pada Mei 2014, ada kira-kira 45,8 juta orang di seluruh dunia -- setara dengan seluruh penduduk Spanyol atau 2 kali jumlah penduduk Australia -- dalam kondisi diperbudak

Pada 2014, yayasan itu menggulirkan deklarasi bersama lintas agama untuk menghapus perbudakan, Joint Declaration of Religious Leaders Against Modern Slavery. Tujuannya, menyatukan para pemimpin agama dunia secara gamblang menentang praktik perbudakan.

Dengan menggandeng para pemangku kepentingan di Australia dan Indonesia, Forrest terlibat dalam Bali Process. Sementara itu, ia juga mengunjungi Indonesia dengan maksud mengajak para pemimpin agama untuk juga menandatangani deklarasi yang digagasnya.

Berikut adalah wawancara singkat Liputan6.com dengan Andrew Forrest ketika berkunjung ke Jakarta pada Senin (20/2/2017):

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya