Indonesia Perlu Buat Indeks Rupiah Terhadap Mata Uang Lain

Kebijakan Donald Trump dan The Federal Reserve akan bayangi gerak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Jan 2017, 11:45 WIB
Petugas menunjukkan mata uang dolar dan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (9/11). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada saat jeda siang ini kian terpuruk di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dinilai perlu membuat indeks rupiah terhadap mata uang lain terutama negara mitra dagang. Harapannya pelaku pasar juga tidak hanya melihat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Ini juga terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan mata uang rupiah dan dolar AS bukan tolok ukur tepat untuk ukur ekonomi Indonesia. Paling pas, membandingkan rupiah dengan mata uang negara mitra dagang terbesar Indonesia yaitu Jepang, Tiongkok, Eropa dan negara lainnya.

Hal senada dikatakan Head of Intermediary PT Schroders Invesment Management Indonesia Teddy Oetomo. Ia mengatakan, bila melihat rupiah sebaiknya tidak hanya dibandingkan dengan dolar AS tetapi juga mata uang lainnya terutama mitra dagang Indonesia. Ia pun setuju dengan pernyataan Presiden Jokowi kalau rupiah juga tak hanya dibandingkan dengan dolar AS.

Oleh karena itu, Teddy menilai perlu ada juga sebuah acuan untuk rupiah terhadap sejumlah mata uang.

“Ada sebuah dasar acuan rupiah dalam basket keranjang mata uang asing. Jangan serta merta lihat di dolar AS. Bila pelaku pasar keuangan melihat dolar naik atau turun lewat indeks dolar AS. Maka rupiah juga perlu. Kita tidak harus panik kalau melihat rupiah melemah dari 13.000 menjadi 13.400 per dolar AS. Tidak boleh terpaku satu mata uang memang,” ujar Teddy saat berbincang dengan Liputan6.com, seperti ditulis Jumat (6/1/2017).

Ia menilai, pembuatan indeks rupiah ini pun tidak sulit. Pembuatan indeks rupiah tersebut dengan mengambil rata-rata perdagangan rupiah dengan mitra dagang utama Indonesia. Akan tetapi, perlu ada lembaga untuk membuat indeks saham rupiah dan mensosialisasikan ke masyarakat. Bank Indonesia (BI) dinilai bisa menjadi lembaga untuk membuat indeks tersebut.

“Orang Indonesia terbiasa lihat rupiah terhadap dolar AS. Mereka yang sering lihat dolar AS maka orang-orang itu lebih panik saat ini. Tapi orang melihat ke dolar singapura dan euro maka rupiah tidak melemah terhadap mata uang itu. Mereka sadar kalau dolar AS yang menguat,” jelas dia.

Teddy menuturkan, dolar AS memang cenderung menguat sejak Donald Trump memenangkan pemilihan presiden AS pada 8 November 2016. Penguatan dolar AS itu dipicu dari kenaikan suku bunga bank sentral AS, kebijakan Donald Trump mendongkrak stimulus fiskal sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Terhadap dolar AS setelah Donald Trump jadi presiden rupiah melemah dari 13.000 ke 13.400. itu indeks dolar AS rata-rata terhadap mata uang dunia naik 3-4 persen. Jadi sebetulnya apakah rupiah melemah terhadap dolar AS? Tidak. Tapi dolar AS menguat terhadap mata uang lain,” kata dia.

Teddy memperkirakan, sulit untuk prediksi rupiah terhadap dolar AS pada 2017. Pergerakan dolar AS masih akan dipengaruhi bagaimana kebijakan pemerintahan Donald Trump. Namun, kalau membandingkan rupiah dengan mata uang lain maka rupiah akan cenderung stabil. Teddy melihat cadangan devisa dan inflasi terjaga menjadi sentimen positif. Tercatat cadangan devisa per November US$ 111,46 miliar.

“Tahun depan cukup aman. cadangan devisa cukup. Inflasi terjaga tidak ada faktor yang harus menyebabkan rupiah harus melemah terlalu banyak terhadap mata uang dunia,” ujar dia.

Ia mengatakan, Bank Indonesia (BI) juga telah mampu menjaga pergerakan rupiah selama ini. Ia juga mengimbau masyarakat juga tidak terlalu panik bila melihat rupiah melemah terhadap dolar AS.

“Orang sering lupa kalau mata uang terlalu kuat dari suatu negara lebih berbahaya dari mata uang melemah. Kalau terlalu menguat terhadap rata-rata dunia maka ekspor tidak jalan. Impor terbang dan kita defisit,” kata dia.

 

 

 

Saksikan wawancara dengan Head of Intermediary PT Schroders Invesment Management Indonesia:

 

 

 

Pandangan dan opini yang terdapat didalam adalah pendapat dari Teddy Oetomo, Head of Intermediary, dan belum tentu mewakili pandangan yang diungkapkan atau mencerminkan pendapat dari PT Schroder Investment Management Indonesia ("Schroders Indonesia").

Materi ini tidak dimaksudkan untuk memberikan, dan tidak boleh diandalkan sebagai rekomendasi akuntansi, nasihat hukum atau pajak, atau investasi. Informasi di sini diyakini kebenarannya akan tetapi Schroders Indonesia tidak menjamin kelengkapan atau akurasinya. Hal ini tidak mengesampingkan atau membatasi setiap tugas atau kewajiban yang Schroders Indonesia miliki terhadap nasabah kami yang diatur oleh Undang-Undang dan Peraturan di Indonesia.

" PT Schroder Investment Management Indonesia (PT SIMI) telah memperoleh izin sebagai Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dalam melakukan kegiatan usahanya diawasi oleh OJK.”

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya