Suku Bunga dan Uang Muka Rumah Jadi Penghambat Bisnis Properti

Riset BI memaparkan terjadi penurunan penyaluran KPR dan KPA pada triwulan III-2016.

oleh Fathia Azkia diperbarui 18 Nov 2016, 18:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta Hasil survei yang dilakukan Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan properti residensial di triwulan III-2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 4,02% (qtq) menjadi 4,65% (qtq).

Peningkatan penjualan terjadi pada semua tipe rumah, terutama rumah tipe kecil sejalan dengan program pembangunan rumah murah yang dicanangkan pemerintah.

Tingginya penjualan rumah murah tersebut sejalan dengan meningkatnya realisasi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada triwulan III-2016, yakni sebesar Rp3,02 Triliun naik dibandingkan Rp0,32 Triliun pada triwulan sebelumnya.

survei triwulan III BI

Seperti dikutip Rumah.com, pada kuartal IV-2016, indeks harga properti residensial secara triwulanan (qtq) diperkirakan masih mengalami kenaikan (0,28%, qtq), melambat dibanding 0.36% (qtq) pada triwulan III-2016.

Kenaikan harga rumah terendah diprediksi terjadi pada rumah tipe besar (0,22%, qtq). Sedangkan menurut wilayah, harga rumah diproyeksi menurun di Manado (-0,02%, qtq), Jabodetabek-Banten (-0,13%, qtq) dan Pontianak (-0,455, qtq).

(Simak juga Survei BI: Perlambatan Harga Properti Terjadi Hingga Akhir Tahun)

Sementara itu, sebagian besar responden berpendapat bahwa faktor utama yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis properti adalah suku bunga KPR (20,18%), uang muka rumah (18,01%), perizinan (16,22%), kenaikan harga bahan bangunan dan pajak (14,28%).

Berdasarkan lokasi proyek, suku bunga KPR tertinggi terjadi di Lampung (13,67%) sedangkan suku bunga KPR terendah berada di Nanggroe Aceh Darussalam (10,39%).

Pembiayaan Properti Residensial

Dari sisi pembiayaan, sejumlah pengembang (56,24%) menyatakan bahwa dana internal perusahaan masih menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan properti. Komposisinya, laba ditahan (48,79%), modal disetor (38,40%), lainnya (9,46%), dan joint venture (3,35%).

Sedangkan dari sisi konsumen, fasilitas KPR tetap menjadi pilihan utama dalam melakukan transaksi pembelian properti. Survei mengindikasikan sebagian besar konsumen (74,77%) masih memilih KPR, walaupun secara proporsi menurun dibanding periode sebelumnya (75,68%).

Foto dok. Liputan6.com

Proporsi konsumen yang memilih skema pembayaran tunai bertahap sebesar 17,62%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya (16,44%). Sebagai informasi, tingkat bunga KPR yang diberikan oleh perbankan khususnya kelompok bank persero berkisar antara 9%-12%.

Riset juga memaparkan terjadi penurunan penyaluran KPR dan KPA pada triwulan III-2016. Tercatat sebesar Rp352,65 Triliun atau tumbuh sebesar 0,48% (qtq), turun dibandingkan 3,56% (qtq) di triwulan sebelumnya.

Sejalan dengan pertumbuhan KPR dan KPA, pertumbuhan total kredit perbankan juga mengalami pelemahan sebanyak -0,52% (qtq) setelah sempat tumbuh 5,24% (qtq) di triwulan silam.

Terakhir hasil survei BI menyebut pencarian dana FLPP sampai dengan triwulan III-2016 tercatat sebesar Rp3,71 Triliun dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) FLPP tahun 2016 senilai Rp9,23 Triliun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya