Masyarakat Tak Bisa Tolak Kenaikan Tarif Tol

Ketentuan kenaikan tarif tol telah diatur dalam UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

oleh Septian Deny diperbarui 05 Okt 2016, 17:07 WIB
Ketentuan kenaikan tarif tol telah diatur dalam UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengaturan Jalan Tol (BPJT) akan menaikan tarif untuk empat ruas jalan tol.

Ruas tol yang akan mengalami kenaikan antara lain Tol Prof Dr Sedyatmo, Tol Jakarta-Cikampek, ‎Tol Kertosono-Mojokerto dan Tol Surabaya-Gresik.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan, kenaikan tarif tol tersebut tidak dapat dielakkan lagi.

Lantaran ketentuan terkait kenaikan ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Dalam UU tersebut, penyesuain tarif tol akan dilakukan setiap dua tahun.

‎"Itu sudah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, tidak bisa diapa-apakan‎. Karena itu  perintah UU naik setiap 2 tahun," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Rabu (5/10/2016).

Agus menuturkan, jika masyarakat keberatan dengan kenaikan tarif tol ini, maka harus melalui peninjauan kembali (judisial review) terhadap UU tersebut. Atau yang paling ekstrem, masyarakat melakukan boikot untuk tidak lagi menggunakan jalan tol.

‎"Kecuali diboikot, atau judicial review, itu pun sudah telat. Kalau mau tidak dinaikan ya harus dibatalkan, atau diboikot jangan lewat tol. Tapi ada yang mau tidak? Tidak ada yang mau. Saya sudah pernah ajak dari beberapa tahun yang lalu tapi tidak ada yang mau," kata dia.

Selain itu, untuk menyampaikan keberatan ini masyarakat bisa membandingkan kenaikan tersebut dengan standar pelayanan minimum (SPM) yang telah diberikan oleh pengelola jalan tol tersebut. Namun indikator SPM ini biasanya sudah bisa diatur oleh BPJT selaku regulator.

"Standar perhitungannya juga sudah ada. Kalau mau kasih komentar, kita mesti punya perhitungannya, apakah sesuai dengan SPM yang ada. Dihitung dulu sesuai atau tidak. Kalau tidak, baru bisa berdebat dengan BPJT. ‎ Tapi biasanya itu sudah tidak terlalu dipusingkan dan bisa dibuat oleh Kementerian PUPR dan BPJT," ujar dia. (Dny/Ahm)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya