Pelonggaran Tax Amnesty Tak Berlaku Buat Harta Susulan

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomer Per 13/PJ/2016.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 26 Sep 2016, 19:09 WIB
Seorang wajib pajak menyiapkan dokumen pajak di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (25/9). Peserta program tax amnesty semakin meningkat mendekati hari akhir periode pertama. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor Per 13/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pernyataan pada Minggu Terakhir Periode Pertama Surat Pernyataan. Aturan ini untuk memfasilitasi kesulitan administrasi dari peserta program pengampunan pajak (tax amnesty).

Tenaga Ahli Kedeputian Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Budaya, dan Ekologi Strategis Kantor Staf Presiden (KSP) Bimo Wijayanto menjelaskan, dengan adanya aturan tersebut, maka peserta tax amnesty akan mendapat kelonggaran proses administrasi.

"Sudah terbit, jadinya bukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tetapi Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak," kata Bimo kepada wartawan di KSP‎, Senin (26/9/2016).

Dari berbagai mediasi yang sudah dilakukan dengan pengusaha, persoalan administrasi memang sering dikeluhkan, seperti salah satunya mengenai dokumen pembubaran SPV. 

Dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini diharapkan para wajib pajak yang ingin mengikuti program tax amnesty ini mulai berduyun-duyun mendatangi kantor pajak setempat.

Bimo menambahkan, ketentuan mengenai kelonggaran administrasi tax amnesty ini tidak berlaku bagi harta susulan yang dilampirkan berbarengan dengan administrasi yang diberi waktu hingga Desember 2016.

"Jadi misalnya mereka sudah bayar deklarasi atau tebusan di periode 1, tapi saat proses administrasi ada harta yang disusulkan, kan harus ada revisi, harta yang belum dibayar di awal itu tetap dikenakan tarif sesuai periode 2 atau 3‎, tidak bisa masuk di tarif yang 2 persen," jelasnya. (Yas/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya