Konsumsi Listrik Nasional Masih Rendah

Pemanfaatan energi listrik ke depan sudah harus bersumber dari energi ramah lingkungan dan tidak lagi hanya memanfaatkan gas dan batu bara.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 23 Agu 2016, 16:42 WIB
Citizen6, Malang: Unit Pelayanan Jaringan ( UPJ) Tumpang melakukan pemeliharan Jaringan 20 KV, dalam peningkatan kemampuan pasokan dan pelayanan listrik di desa Ranupani kec. Senduro, Kab. Lumajang Jawa Timur, Sabtu (7/4). (Pengirim: Badarudin Bakri)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Tumiran mengklaim bila konsumsi listrik perkapita nasional masih rendah, jauh di bawah negara tetangga Malaysia dan China. Konsumsi perkapita nasional baru mencapai 200 watt atau masih di posisi keenam di Asia Tenggara.

Hal itu diungkapkannya saat mengunjungi Puspiptek Serpong Kota Tangerang dalam rangka Seminar Harteknas, Selasa (23/8/2016). Dia pun meminta pembangunan infrastruktur listrik ramah lingkungan bisa cepat dilaksanakan, guna menunjang kemajuan ekonomi dan daya saing bangsa.

"Listrik nasional 53 giga watt atau rata-rata konsumsi perkapita 200 watt jauh lebih kecil dibanding Malaysia dan Cina yang mencapai 1.000 watt perkapita," kata Tumiran.

Menurutnya, pemanfaatan energi listrik ke depan sudah harus bersumber dari energi ramah lingkungan dan tidak lagi hanya memanfaatkan energi gas dan batu bara yang kurang ramah terhadap lingkungan.

Energi listrik yang dihasilkan dari panas bumi sebesar 29,2 giga watt, sementara tenaga hydro 75 gigawatt, tenaga surya juga besar. Namun persoalan pada keberlanjutan. "Tapi pembangunan energi kita harus menuju terhadap lingkungan maka kita targetkan 23 persen di 2025 energi baru dan terbarukan," katanya.

Lalu energi baru terbarukan bisa tenaga hidro, panas bumi dan sebagainya. Tapi itu juga terbatas tidak bisa berlanjut, makanya disiapkan oleh presiden pertama dengan membangun reaktor serbaguna nuklir di Puspiptek.

Meski begitu Tumiran mengaku, melihat persoalan krisis listrik tidak cukup hanya dengan pembangunan pembangkit nuklir. "Kita tidak bisa katakan krisis listrik selesai kalau bangun tenaga nuklir, kalau nuklir diputuskan sekarang, mungkin 10 tahun lagi baru menikmati," katanya. (Mita/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya