Putra Aidit Harap Rekomendasi Simposium Tragedi 65 Tak Abal-abal

Ilham Aidit berharap simposium nasional tersebut tidak akan menghasilkan rekomendasi abal-abal.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 19 Apr 2016, 08:17 WIB
Sejumlah Menteri hadir dalam acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, Jakarta, Senin (18/4). Simposium yang diselenggarakan oleh pemerintah dan Komnas HAM ini bertujuan merekonsuliasi kasus pelanggaran HAM dimasa lalu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menyebut nama Partai Komunis Indonesia (PKI) di Tanah Air, erat kaitannya dengan pemimpinnya Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit dan Lukman Njoto atau lebih dikenal Nyoto. Putra-putra mereka kini hidup dengan stigma anak PKI.

Svetlana Nyoto, anak Nyoto mengatakan, hingga sekarang masih ada bentuk stigma PKI kepadanya. Dia pun tak bisa berkumpul, baik dengan rekan ataupun saudaranya.

"Sampai sekarang kami sulit berkumpul karena mau berkumpul saja dianggap sedang membangun kekuatan," kata Svetlana dalam acara simposium nasional dengan tema "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan di Jakarta Pusat, Senin 18 April 2016.

Dia merasa aneh dengan stigma tersebut, apalagi itu dilakukan pemerintah. "Saya itu lho menjalin persahabatan dengan putra dan putri jenderal korban 1965, salah satunya Catherine Pandjaitan," tutur Svetlana.

Karena itu, dia berharap pemerintah membantu memberi pemahaman kepada masyarakat luas untuk menghilangkan cap atau stigma negatif kepada korban tragedi 1965.

Sementara itu, anak dari DN Aidit, Ilham Aidit berharap simposium nasional tersebut tidak akan menghasilkan rekomendasi abal-abal.

Dia menyatakan, tidak akan mengambil langkah yudisial dan lebih memilih rekonsiliasi atau berdamai. "Rekonsiliasi itu boleh, tapi harus sama-sama memaknai yang benar," tutur Ilham.

Dia mengingatkan agar nantinya ada beberapa syarat yang harus dilakukan bila ingin rekonsiliasi.

"Jika memang mau rekonsiliasi, maka sifatnya harus ada pengakuan atas perbuatan tragedi tersebut. Kemudian, harus diluruskan sejarahnya. Sehabis itu melakukan permintaan maaf. Dan yang terakhir, baru melakukan rehabilitasi dengan memberikan kompesasi," ungkap Ilham.

Simposium ini dihadiri 200 orang. Beberapa di antaranya merupakan anggota Kelompok Korban 1965 dan sebelum peristiwa 1965. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan memastikan simposium tragedi 1965 bukan untuk menghidupkan kembali paham Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Banyak reaksi yang menyebut acara simposium ini dipengaruhi oleh PKI. Tapi saya katakan sekali lagi, ini sangat jernih melihat ini. Kita ini bangsa besar, kita harus jernih melihat masa lalu kita," ujar Luhut di Hotel Aryaduta.

Luhut mengatakan, simposium ini perlu dilakukan agar pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia segera dituntaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya