JK Tak Setuju KPK Jadi Lembaga Tunggal Pemberantas Korupsi

Menurut JK, KPK harusnya hanya menangani korupsi dengan nilai yang besar.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 29 Jan 2016, 17:53 WIB
Wapres Jusuf Kalla di rumah dinas Wakil Presiden, Jakarta (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak setuju bila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lembaga tunggal untuk memberantas korupsi. Sebab, KPK adalah lembaga ad hoc yang sifatnya hanya sementara.

Pernyataan JK ini ditujukan atas pernyataan Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Program Prioritas Kantor Staf Presiden Yanuar Nugroho, yang pada Rabu 27 Januari menyatakan, KPK akan dijadikan sebagai lembaga tunggal dalam pemberantasan korupsi.

"Itu tidak berarti mewakili pemerintah. Itu pendapat pribadi," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (29/1/2016).

"Pikiran awalnya KPK itu ad hoc, hanya sementara selama korupsi tinggi itu ada KPK. Tapi kalau sudah lebih stabil negeri ini dari korupsi, menurun maka kembali normal yaitu polisi dan kejaksaan," tambah JK.

Mantan Ketua Umum Golkar itu menjelaskan, KPK harusnya hanya menangani korupsi dengan nilai yang besar. Bila mengurus korupsi dengan nilai kecil, maka akan terjadi tumpang tindih kewenangan antar lembaga penegak hukum.

"Kalau korupsi kecil-kecil juga ditangani KPK, akhirnya KPK butuh kantor lagi di seluruh Indonesia. Jadi dobel-dobel lagi semuanya," JK menandaskan.

Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2015 dinilai membaik bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Poinnya naik sebanyak 36.

Seperti disampaikan Direktur Program Transparency International Indonesia (TII) Ilham Saenong dalam launching Corruption Perceptions Index 2015 di Jakarta, pada Rabu 27 Januari 2016, Indeks Persepsi Korupsi RI meraih peringkat 88 dari total 168 negara dengan poin 36.

Berdasarkan hasil survei itu, skor IPK Indonesia pada 2015 naik 2 poin dari skor 2014 yang sebesar 34 poin. Namun, secara peringkat Indonesia menyodok 19 peringkat lantaran pada 2014 berada di peringkat 107 dari 175 negara yang disurvei.

Ilham menilai, membaiknya nilai IPK itu karena ada upaya perbaikan birokrasi. Implikasi dari perbaikan tersebut langsung dirasakan oleh masyarakat yang bisa menikmati pelayanan publik lebih baik. Misalnya pelayanan imigrasi atau pembuatan surat izin mengemudi.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya