Demi Dapatkan Utang, Pemerintah Bakal Jaminkan Saham Freeport

Pemerintah tengah mempersiapkan mekanisme divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 10,64 persen.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 20 Okt 2015, 16:55 WIB
Sejarah PT Freeport lahir pada 1936 lalu, melalui ekspedisi Pemerintah Hindia Belanda menemukan cadangan mineral yang disebut Ertsberg.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah mempersiapkan mekanisme divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 10,64 persen. Untuk mengambil saham tersebut pemerintah membuka peluang untuk lembaga keuangan internasional‎ dalam mendapatkan fasilitas pinjaman.

Menteri BUMN Rini Soemarno menjelaskan demi mendapatkan fasilitas pendanaan luar negeri tersebut pemerintah membuka peluang untuk menjaminkan 9,36 persen saham PT Freeport Indonesia yang sebelumnya telah dimiliki.

"‎Yang kami lakukan adalah kita punya 9,36 persen saham Freeport dan apakah saham tersebut bisa dijaminkan jika kita harus mencari atau mengambil dana untuk mengambil 10,64 persen," kata Rini di Gedung DPR RI, Selasa (20/10/2015).

Dijelaskan Rini, nilai divestasi saham yang mencapai US$ 2 miliar dolar atau setara dengan Rp 20,7 triliun tersebut menjadi alasannya mengapa harus dipenuhi pendanaannya melalui fasilitas pinjaman.

Sementara itu, sampai saat ini ada dua BUMN yang digadang-gadang terlibat dalam proses divestasi saham Freeport Indonesia itu, yaitu PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) dan PT Aneka Tambang (Persero).

Namun Rini mengisyaratkan Inalum menjadi kandidat kuat perusahaan yang akan mengambil alih saham Freeport dikarenakan balance sheet perusahaan tersebut diakui Rini masih sangat kuat.

"Kelihatannya yang paling kuat adalah Inalum, namun, kita coba apakah akan kombinasi atau konsorsium Inalum dengan Antam, sekarang masih dianalisa," tegas Rini.

Dijanjikannya, analisa mekanisme divestasi yang dilakukan dengan PT Bahana Securities (Persero) akan rampung pada minggu ini. Setelah itu, BUMN yang ditunjuk akan mengajukan proposal ke Kemneterian Keuangan dan Kementerian ESDM.‎ (Yas/Ndw)

 
 
 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya