Bayar Listrik Tak Lewat Bank Justru Rugikan Pelanggan

Kerja sama antara PLN dengan bank memudahkan masyarakat untuk membayar tagihan listrik atau membeli listrik prabayar.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 18 Sep 2015, 10:51 WIB
Petugas PLN memperbaiki Menara Sutet di Jalan Asia Afrika, Jakarta, Rabu (12/8/2015). Pekerjaan tersebut mengandung resiko besar karena jaringan listrik masih dipelihara tanpa dipadamkan. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) telah melakukan inovasi layanan melalui jalinan kerja sama dengan pihak perbankan. Dengan kerja sama ini, pelanggan PLN mempunyai berbagai pilihan cara untuk membayar atau membeli listrik. Oleh karena itu, jika kerja sama layanan tersebut dihentikan akan menyengsarakan masyarakat. 

Direktur Utama PLN, Sofyan Basyir mengatakan, channel bank membantu meringankan beban masyarakat dalam memenuhi kewajibanya. Pasalnya, masyarakat tidak perlu antre di loket PLN dan tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi yang berlebihan untuk mencapai loket PLN.

dengan kerja sama ini, masyarakat bisa melakukan pembayaran listrik melalui layanan mobile banking, internet banking, melalui mesin ATM maupun kantor cabang. Semakin banyak pilihan akan membantu meringankan beban masyarakat 

"Dulu kalau bayar listrik bagaimana ke kantor PLN-nya? Dengan kerja sama bank berbiaya Rp 2.000 ini tidak ada artinya. Daripada harus membayar ke PLN naik ojek dan mengantre. kalau nanti sistem dikembalikan ke PLN jadi kasihan rakyat," kata Sofyan, di Gedung DPR Kamis malam (18/9/2015).

Namun karena inovasi layanan tersebut ternyata dikeluhkan oleh masyarakat karena membuat tarif listrik jadi lebih mahal, maka Sofyan berencana untuk menerapkan kembali sistem pembayaran loket konvensional.

"Akhirnya nanti masyarakat memilih saja, yang bayar langsung boleh, melalui bank juga boleh. Namun Pembayaran online memang harus dihadapi karena semua mengarah ke sana," jelasnya. 

Sofyan pun berencana untuk menekan tagihan listrik dengan menghapus biaya administrasi yang diambil oleh payment point online bank (PPOB) atau agen-agen yang menfasilitasi pembayaran. Menurutnya, biaya tersebut yang terbilang cukup besar. 

"Biaya untuk PPOB akan dihapus pada bulan depan. Tapi kami bicara dulu dengan perbankan. PPOB yang besar bukan bank. Bank cuma Rp 400 sekian," pungkasnya. 

Sebelumnya,  Menteri Koordinator Bidang Kematiriman, Rizal Ramli meminta kepada Direktur Utama PLN Sofyan Basyir untuk mengeksekusi dua hal. Yakni, memberantas monopoli listrik di PLN serta menetapkan biaya administrasi maksimal sehingga tidak ada permainan harga dari mafia token listrik.

Rizal Ramli membeberkan permainan monopoli di lingkungan PLN yang mewajibkan penggunaan pulsa listrik bagi masyarakat. Hal ini terjadi sejak dulu sampai sekarang. "Ada yang main monopoli di PLN, itu kejam sekali. Karena ada keluarga yang anaknya masih belajar jam 8 malam, tiba-tiba pulsa habis. Mencari pulsa listrik tidak semudah mencari pulsa telepon," tutur dia.

Setelah memperoleh pulsa listrik, kata Rizal, masyarakat hanya mendapatkan jatah token senilai Rp 73 ribu dari harga token yang harus dibayar Rp 100 ribu.

"Artinya 27 persen disedot provider setengah mafia. Mereka mengambil untung besar sekali. Padahal pulsa telepon saja kalau beli Rp 100 ribu, cuma bayar Rp 95 ribu. Itu kan uang muka, provider bisa taruh uang muka di bank lalu dapat bunga," tegas dia.

Atas dasar itu, dirinya meminta agar PLN memberantas praktik monopoli ini dengan memberikan pilihan kepada pelanggan atau masyarakat, apakah ingin menggunakan meteran listrik atau pulsa listrik.

"Lalu yang kami minta lagi, kalau harga pulsa Rp 100 ribu, maka masyarakat bisa beli listrik Rp 95 ribu. Ada maksimum biaya Rp 5 ribu. Ini akan menolong rakyat kita, jadi tolong dilakukan Pak Sofyan," perintah Rizal. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya