JK Minta Aliran Dana Asing untuk ISIS di Indonesia Diselidiki

Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengungkap adanya aliran dana dari Australia ke Indonesia untuk membiayai kegiatan ISIS di Indonesia.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 25 Mar 2015, 11:43 WIB
Cawapres Jusuf Kalla saat jumpa pers di Holiday Inn, Bandung, Kamis (3/7/14). (Liputan6.com/Andrian M Tunay).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengungkapkan adanya aliran dana dari Australia ke Indonesia untuk membiayai kegiatan ISIS di tanah air. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengakui ada jaringan internasional yang membantu kelompok teroris.

"‎Kan memang jaringan internasional. Tentu saling membantu pasti, jumlahnya saya tidak tahu, memang saya baca ada dari Australia, macam-macam. Itu memang jaringan internasional. Sejak dulu begitu," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (25/3/2015).

JK pun meminta dugaan ini didalami lebih lanjut. Sebab, ia tidak mau aliran dana dari luar negeri ke dalam negeri dan sebaliknya, selalu dicurigai sebagai dana untuk pembiayaan terorisme.

"Kita harus mencari tahu itu uang untuk apa dan dari mana. Harus jelas juga. Jangan sampai nanti ada transfer ke luar negeri langsung dicurigai juga, nanti berbahaya untuk ekonomi kita," tegas JK.

‎JK menuturkan, PPATK tidak bisa membekukan rekening yang diduga mendapat aliran mendana untuk kegiatan ISIS itu. Sebab, yang bisa membekukan rekening hanya polisi atau aparat hukum.

"Tentu kalau PPATK tidak bisa membekukan, yang bisa polisi atau aparat hukum meminta bank masing-masing. PPATK hanya mencari data, yang membekukan itu ya bank masing-masing," jelas dia.

‎Wakil Ketua PPATK Agus Santoso sebelumnya mengungkap, aliran dana diduga untuk gerakan ISIS di Indonesia itu diketahui setelah PPATK Indonesia bekerja sama dengan PPATK Australia. Hasil kerja sama itu menunjukan adanya indikasi kuat dana tersebut digunakan untuk kepentingan terorisme.

Temuan itu juga sudah disampaikan ke Polri dan pihak Australia. "Perkembangan terakhir untuk Indonesia atau lokal, sudah ada yang cukup besar, ada yang mencapai Rp 7 miliar. Jaringannya sudah merambah ke bisnis. Ada yang jual buku, herbal, bahkan yang bahaya itu ada yang usaha kimia," pungkas Agus. (Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya