Liputan6.com, Jakarta - Keputusan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak pada tahun ini dinilai tidak realistis oleh ekonom. Alasannya, dengan kondisi perekonomian yang sedang mengalami perlambatan karena kondisi global, peningkatan pajak dinilai akan semakin membebani pertumbuhan ekonomi.
Kepala Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Anggito Abimanyu mengatakan, kondisi ekonomi global belum mengalami perbaikan saat ini. Hanya satu negara yang mampu membukukan kinerja ekonomi yaitu Amerika. Sedangkan negara-negara di Eropa, Jepang dan juga China masih mengalami perlambatan ekonomi.
Perlambatan ekonomi di beberapa negara tersebut akan berpengaruh juga ke Indonesia. Pasalnya, target ekspor Indonesia adalah negara-negara yang mengalami perlambatan ekonomi.
Anggito melanjutkan, perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional akan berdampak pada penurunan penjualan. Hal tersebut berdampak kepada penurunan pendapatan negara dari Pajak Penambahan Nilai (PPN).
"Tahun 2015 Indonesia akan mengalami penurunan kondisi ekonomi karena permintaan melambat, harga turun, pedagang menurunkan harga sehingga mengakibatkan deflasi. Pembeli akan sedikit sehingga pengusaha akan mengalami penurunan laba. Dampaknya kepada negara adalah penurunan pendapatan dari pajaknya, PPN turun," kata Anggito, di kantor BRI Jakarta, Senin (16/2/2015).
Dengan kondisi tersebut, Anggito menilai peningkatan target penerimaan pajak sebesar 29,5 persen atau mencapai Rp 1.484,6 triliun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 dinilai tak cocok. "Saya kurang sreg penerimaan pajak dinaikan saat mengalami deflasi," ungkapnya.
Ia mengungkapkan, jika pemerintah menggenjot penerimaan pajak dengan mengoptimalkan pembayaran pajak dari wajib pajak, hal tersebut tidak efisien. "Saya kira akan berat ditambah penunggak pajak, dari pengalaman saya itu tak cukup efektif," tuturnya.
Untuk diketahui, guna meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah melakukan berbagai cara. Salah satunya dengan memperluas objek pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) atas sejumlah barang sangat mewah.
Ada beberapa barang yang semula bukan merupakan obyek pajak kemudian berubah menjadi obyek pajak. Contohnya Perhiasan berupa berlian, emas, intan dan batu permata dari tidak dipungut PPh, kini dipatok harga jual lebih dari Rp 100 juta. (Pew/Gdn)
Ekonom: Target Penerimaan Pajak Sulit Dicapai
Kepala Ekonom BRI, Anggito abimany menjelaskan, perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional akan berdampak pada penurunan penjualan.
diperbarui 16 Feb 2015, 21:03 WIBIlustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 Jawa Tengah - DIYInilah Juara Lomba Foto dan Video SV Undip
4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Indonesia Libatkan UMKM Diaspora di Saudi untuk Tingkatkan Pelayanan Jemaah Haji
TNI-AU Buka Penerimaan Tamtama Gelombang II/A-88 Tahun 2024, Simak Ketentuan dan Cara Daftar
4 Galaksi Raksasa di Antariksa, Begini Kondisinya
5 Potret Raffi-Nagita di Tanah Suci Pakai Kain Ihram, Siap Jalani Ibadah Haji 2024
Warga dan Santri Sukabumi Serukan Aksi Bela Palestina, Dorong Sanksi Sosial Boikot Produk Terafiliasi Israel
Kader Banteng PDIP Surabaya Wajib Menangkan Eri Cahyadi-Armuji di Pilkada 2024
Daftar Skuad Euro 2024: Spanyol, Kroasia, Italia, dan Albania Saling Sikut di Grup B
Kasus Kematian Siswi SMK di Mesuji belum Terungkap, Apa Kata Polisi?
Nonton Siaran Langsung Indonesia vs Filipina di Vidio, Selasa 11 Juni 2024
Hasil Lengkap 12 Pertandingan PLN Mobile Proliga 2024 Seri Bandung 6-9 Juni
MK Putuskan Rekapitulasi Suara Ulang 233 TPS Dapil 2 Jakut, Kubu Neneng Hasanah Sambut Positif
Pengorder Jasa Joki CPNS Tidak Diringkus, Ini Penjelasan Dirkrimsus Polda Lampung