Petani Tak Sejahtera, Swasembada Pangan Sulit Tercapai

Petani merasa terbebani adanya pungutan yang dilakukan pada penjaga pintu air.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 09 Jan 2015, 16:52 WIB
Jokowi juga menanyakan tentang harga bibit dan beberapa sarana pertanian yang berlaku di Desa Kauman, Ngawi, Jawa Timur (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Para petani Indonesia khususnya di Pulau Jawa belum mendapatkan penghidupan yang layak. Selain hasil panen yang tak mumpuni, petani dihadapkan pada sejumlah pungutan yang kemudian semakin memberatkan hidup mereka.

Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Fransiscus Welirang mengatakan berdasarkan pantauannya, para petani terbebani oleh mekanisme sewa lahan.

"Kalau dulu bagi hasil, kalau sekarang sewa lahan. Tuan tanah pasti dapat uang saja. Dulu risiko sama-sama," kata dia, Jakarta, Jumat (9/1/2015).

Lalu, terkait dengan irigasi,dia mengakui petani merasa terbebani adanya pungutan yang dilakukan pada penjaga pintu air.

"Irigasi ada air, mengalirkan harus ada penataan pintu air. Kan ada yang menjaga, karena menutup pintu air, kewajiban membayar. Nggak keluar uang nggak dapat air," jelas dia.

Tidak berhenti di situ, petani juga dibebankan adanya penarikan biaya keamanan yang ditujukan untuk menjaga hasil tanam. Kemudian adanya sistem tradisi lama yang membuat  petani memberikan sebagian hasilnya untuk kepala desa.

Belum lagi, jika para petani memakai dana pinjaman dari bank untuk menggarap sawah. Biasanya, sambung Fransiscus petani dibebankan bunga 3-4 persen.

Oleh karena itu, dia mengatakan pemerintah mesti mencari solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. "Tanpa petani jangan mimpi swasembada pangan, apalagi ketahanan pangan," tandas dia.(Amd/Nrm)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya