3 Penganiaya Taruna STIP Divonis 4 Tahun Penjara

PN Jakut menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap 3 terdakwa penganiaya Dimas Dikita Handoko, taruna STIP Marunda, Cilincing.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 10 Okt 2014, 00:33 WIB
Sidang kasus penganiayaan STIP (Liputan6.com/Moch Harun Syah)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap 3 terdakwa penganiaya Dimas Dikita Handoko, taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.

Dalam amar putusan, majelis hakim mengatakan para terdakwa yaitu Angga Afriandi, Fachry Husaini Kurniawan, dan Adnan Fauzi Pasaribu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa 1 Angga Afriandi alias Angga, 2 Fachry Husaini Kurniawan, dan terdakwa 3 Adnan Fauzi Pasaribu, dengan pidana penjara masing-masing 4 tahun," kata Ketua Majelis Hakim Wisnu Wicaksono, Kamis (9/10/2014).

Putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada 3 terdakwa sesuai dengan tuntutan jaksa penutut umum yang menuntut ketiganya dengan tuntutan penjara selama 4 tahun.

Selain itu, untuk hal yang memberatkan menurut majelis hakim karena perbuatan ketiganya dianggap meresahkan masyarakat. "Perbuatan mereka telah mengakibatkan orang lain meninggal dunia dan luka," imbuh Wisnu.

Sedangkan hal yang meringankan, dijelaskan Wisnu karena terdakwa belum pernah dihukum, mengakui perbuatannya, sopan di persidangan dan sudah berdamai dengan para korban serta mau memperbaiki kesalahan.

Mejelis hakim pun memberikan kesempatan bagi ketiganya untuk mengajukan banding. "Kalian punya waktu 7 hari untuk melakukan upaya hukum," ucap Wisnu.

Sementara itu, pengacara terdakwa Ketut Sudiarso mengatakan vonis 4 tahun penjara bagi ketiga kliennya itu terlalu tinggi. Ia mengatakan, seharusnya 3 kliennya itu divonis hukuman 1 tahun penjara atau di bawah 2 tahun. Sebab, pihaknya menilai ada bukti yang tidak dihadirkan dan diungkap selama proses hukum para kliennya itu.

"Pokoknya kita akan banding. Yang paling tidak masuk akal visum tidak pernah diungkap di pengadilan. Padahal visum jelas mengatakan, matinya korban akibat terbentur benda tumpul di kepala, yang menyebabkan pendarahan otak. Padahal terdakwa mukul perut, bukan di kepala. Tetapi di persidangan tidak pernah diungkap," terang Ketut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya