50% Anggota DPRD Banten Gadaikan SK untuk Dapat Kredit Bank

Asep mengatakan setiap anggota dewan meminjam ke BJB antara Rp 100 juta sampai Rp 500 juta dengan masa pelunasan hingga empat tahun.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 15 Sep 2014, 13:13 WIB
Ilustrasi Bank

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten yang baru saja dilantik pada 1 September lalu diketahui banyak yang menggadaikan surat keterangan (SK) pengangkatannya ke bank.

"Ada sekitar 50 persen anggota dewan yang mengajukan pinjaman ke Bank Jabar Banten (BJB)," kata Asep Rakhmatullah, pimpinan sementara DPRD Provinsi Banten, saat ditemui di ruangan kerjanya, Senin (15/9/2014).

Anggota DPRD Banten berjumlah 85 orang. Jika setengahnya yang meminjam, berarti ada sekitar 40-43 anggota DPRD yang telah menggadaikan SK anggota DPRD ke BJB.

"Tidak menutup kemungkinan akan ada peminjaman dari anggota dewan lainnya," lanjutnya.

Menurut politisi PDIP itu, penggadaian SK tersebut tak melanggar aturan dan pengaruhnya terhadap kinerja tidak begitu besar. Tetapi, akan kembali lagi pada mental anggota DPRD soal bertanggung jawab atau tidak terhadap tugasnya di partai dan fraksi.

"Untuk penilaian kinerja, karena potongan (cicilan pembayaran utang) tersebut, diserahkan ke partai. Karena pastinya kan ada penilaian dari partai," terangnya.

Asep mengatakan setiap anggota dewan meminjam ke BJB antara Rp 100 juta sampai Rp 500 juta dengan masa pelunasan hingga empat tahun lamanya. Setelah dikurangi potongan partai dan pembayaran utang, setiap anggota DPRD bisa menyisakan antara Rp 5 juta sampai Rp 7 juta. Cicilan pinjaman ke BJB sendiri antara Rp 5 juta sampai Rp 10 juta per bulan.

Asep pun mengaku bahwa dirinya mengajukan pinjaman ke BJB untuk biaya renovasi rumah dan kuliah anaknya.

"Syaratnya SK, akte nikah, Kartu Keluarga (KK), copy KTP, rekomendasi dari pimpinan sementara, dan surat dari kesekretariatan dewan," sambungnya.

Dengan gaji anggota DPRD Provinsi Banten sebesar Rp 20 juta, pinjaman ke BJB tersebut bisa saja digunakan untuk membayar utang selama masa kampanye legislatif.

"Untuk mengembalikan modal kampanye, bisa iya bisa tidak, karena persoalan kampanye itu juga kan mengeluarkan energi. Mungkin ada yang untuk mengembalikan utang kampanye, tapi itu tidak bisa digeneralisir," tegasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya